Raja Belgia Ungkap Penyesalan Masa Lalu Kolonial di Kongo, Tapi Tidak Minta Maaf

Susi Susanti, Jurnalis
Kamis 09 Juni 2022 13:12 WIB
Raja Belgia Philippe mengungkapkan penyesalan masa lalu kolonial di Kongo (Foto: Reuters)
Share :

BELGIA - Raja Belgia Philippe menegaskan kembali penyesalan terdalamnya pada Rabu (8/6/2022) untuk eksploitasi, rasisme dan tindakan kekerasan selama kolonisasi negaranya di Republik Demokratik Kongo, tetapi sekali lagi tidak meminta maaf secara resmi.

Philippe menjadi pejabat Belgia pertama pada 2020 yang menyatakan penyesalan atas penjajahan, dan beberapa orang Kongo berharap dia akan mengeluarkan permintaan maaf resmi selama kunjungan pertamanya ke Kongo sejak naik takhta pada 2013.

"Meskipun banyak orang Belgia menginvestasikan diri mereka dengan tulus, mencintai Kongo dan rakyatnya secara mendalam, rezim kolonial itu sendiri didasarkan pada eksploitasi dan dominasi," katanya pada sesi gabungan parlemen di ibu kota Kinshasa.

Baca juga: Kerusuhan Landa Ibu Kota Belgia, Mobil Raja Philippe Dilempari Proyektil 

"Rezim ini adalah salah satu hubungan yang tidak setara, tidak dapat dibenarkan dalam dirinya sendiri, ditandai dengan paternalisme, diskriminasi dan rasisme," lanjutnya.

Baca juga: Keluarga Kerajaan Belgia Dikarantina Setelah Kasus Positif Covid-19 Terdeteksi

"Itu mengarah pada tindakan kekerasan dan penghinaan. Pada kesempatan perjalanan pertama saya ke Kongo, di sini, di depan orang-orang Kongo dan mereka yang masih menderita hari ini, saya ingin menegaskan kembali penyesalan terdalam saya atas luka-luka di masa lalu,” ujarnya.

Presiden Kongo Felix Tshisekedi dan banyak politisi menyambut dengan antusias kunjungan Philippe. Sejumlah besar pendukung partai yang berkuasa mengibarkan bendera Belgia, dan sebuah spanduk yang tergantung di parlemen berbunyi: "Sejarah bersama."

Tetapi banyak orang Kongo kemungkinan besar akan kecewa dengan tidak adanya permintaan maaf.

Menurut beberapa perkiraan, pembunuhan, kelaparan, dan penyakit membunuh hingga 10 juta orang Kongo hanya dalam 23 tahun pertama pemerintahan Belgia dari 1885 hingga 1960, ketika Raja Leopold II memerintah Negara Bebas Kongo sebagai wilayah kekuasaan pribadi.

Pada kala itu, desa-desa yang tidak menyetorkan kuota pengumpulan karet harus mendapatkan hukuman keras. Yakni memberikan tangan yang terputus sebagai gantinya.

"Mereka meninggalkan kami terisolasi, ditinggalkan. Mereka menjarah semua sumber daya kami, dan hari ini Anda mengundang raja Belgia lagi?" terang Junior Bombi, seorang penjual di pasar sentral Kinshasa.

Antoine Roger Lokongo, seorang profesor di Universitas Joseph Kasa-Vubu di barat daya Kongo, mengatakan sebelum pidato bahwa dia akan menunggu untuk melihat apakah Philippe secara resmi meminta maaf.

"Penyesalan sederhana yang Anda ungkapkan tidak cukup," ujarnya.

Diketahui, Philippe tiba pada Selasa (7/6/2022) bersama istrinya, Ratu Mathilde, dan Perdana Menteri Alexander De Croo untuk kunjungan selama seminggu.

Tshisekedi mengatakan selama konferensi pers singkat dengan De Croo sebelumnya pada Rabu (8/6/2022) bahwa dia fokus pada peningkatan kerja sama dengan Belgia untuk menarik investasi dan meningkatkan perawatan kesehatan dan pendidikan di Kongo.

Hubungan memburuk di bawah pendahulu Tshisekedi, Joseph Kabila, yang dikritik Brussel karena menekan perbedaan pendapat dan memperpanjang masa kekuasaannya di luar batas hukum.

"Kami tidak memikirkan masa lalu, yang mana masa lalu dan mana yang tidak untuk dipertimbangkan kembali, tetapi kami perlu melihat ke masa depan," terang Tshisekedi.

Sementara itu, beberapa penduduk Kinshasa mengatakan mereka berharap kunjungan itu akan membawa investasi dan fokus baru pada konflik di timur negara itu.

"Perasaan saya adalah bahwa kita harus mulai memiliki hubungan baik Kongo-Belgia lagi, seperti sebelumnya," terang Antoine Mubidiki. "Terlepas dari apa yang dilakukan Belgia terhadap kami selama penjajahan, kami siap untuk memaafkan,” lanjutnya.

Dalam kunjungan itu, Philippe juga menawarkan topeng tradisional suku Suku ke museum nasional Kongo sebagai "pinjaman tak terbatas". Topeng itu telah disimpan selama beberapa dekade oleh Museum Kerajaan Belgia untuk Afrika Tengah.

"Saya di sini untuk mengembalikan kepada Anda pekerjaan luar biasa ini untuk memungkinkan orang Kongo menemukan dan mengaguminya," katanya.

Belgia secara tradisional tidak banyak bicara tentang kolonialisme, dan subjek tersebut belum diajarkan secara ekstensif di sekolah-sekolah Belgia.

Tapi ada awal dari perhitungan sejarah dalam beberapa tahun terakhir. Selama protes anti-rasisme yang dipicu pada 2020 oleh polisi yang membunuh George Floyd di Amerika Serikat (AS), para demonstran menargetkan patung Raja Leopold II.

Parlemen Belgia segera membentuk komisi untuk memeriksa catatan sejarah. Komisi ini nantinya akan mengeluarkan laporan pada akhir tahun ini.

Belgia juga akan menyerahkan gigi, yang diduga satu-satunya sisa-sisa Perdana Menteri pertama Kongo Patrice Lumumba, kepada keluarganya bulan ini. Pemerintah Belgia mengambil sebagian tanggung jawab pada tahun 2002 atas kematian Lumumba pada 1961.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya