Kisah Guru di Anak Pulau Terpencil Pulau Bawean, 2 Hari Sekali Beli Sandal

Ashadi Ikhsan (Koran Sindo), Jurnalis
Selasa 26 Juli 2022 05:52 WIB
Imam Sunandar, guru yang mengajar di pulau terpencil (Foto : MPI/Ashadi)
Share :

GRESIK- Di era digital saat ini, ternyata masih ada guru yang mengajar dengan keterbatasan fasilitas. Seperti yang dialami Imam Sunandar, guru SD Negeri 352 Sidogedungbatu, Kecamatan Sangkapura, Gresik, Jawa Timur. Digitalisasi masih seperti mimpi.

Imam Sunandar adalah warga Kotakusuma, Sangkapura di Pulau Bawean. Pria itu saat ini usianya 39 tahun dan sempat menjadi guru honorer di beberapa sekolah dasar di Sangkapura.

Di antaranya pada 2005 sebagai guru pembantu di SD Negeri Kotakusuma. Dua tahun kemudian, lulusan Prodi PGSD Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) beralih menjadi guru kelas di SDN Pudakit Barat, Sangkapura Bawean.

Dan sejak 2010 dia menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Dia pun ditugaskan mengajar di SD Negeri 352 yang lokasinya Desa Sidogedungbatu. Meski masih di wilayah Kecamatan Sangkapura. Namun, lokasinya berada di anak pulau Pulau Bawean, yaitu Pulau Gili Timur.

Tak hanya terpencil dari Bawean. Untuk menuju tempat mengajar, Imam tidak hanya menempuh jarak yang jauh, tapi juga sulit. Harus menuju ke pantai yang berjarak 200 meter dengan berbasah-basah kaki. Celana dilipat sepaha.

“Berkali-kali sandal saya putus. Bahkan, harus dua hari sekali beli sandal. Karena dari tepi pantai ke lokasi perahu penambangan harus melintasi lumpur bercampur pasir,” ungkap Imam Sunandar, Selasa (26/7/2022).

Untungnya, saat ini sudah ada jembatan. Sehingga, ke lokasi tambat perahu tidak perlu berbasah-basah kaki. Cukup melintasi jembatan dan dapat naik perahu.

Meski begitu, masalah tidak lantas kelar. Tidak adanya transportasi tetap ke Pulai Gili Timur membuat Imam Sunandar harus berjuang untuk ke lokasi mengajar. Perlu waktu dan biaya. Sebab, jarak tempuhnya 30-45 menit harus mengapung melawan ombak.

Itu pun, harus merogok kocek pribadinya perperjalanan Rp50 ribu. Selain waktunya tidak menentu, juga harus hadir pagi-pagi sekali, sekitar pukul 05.30 WIB. Supaya tidak ketinggalan perahu.

Jika beruntung, Imam bisa menumpangi perahu romobongan warga yang hendak pulang dari Pasar Bawean. Tapi jika nasibnya apes, atau ketinggalan rombongan, dirinya harus merogoh kocek saku pribadi.

“Jika ikut rombongan tidak bayar alias gratis tapi kalau tidak ada rombongan, ya harus sewa perahu. Sekali jalan Rp50 ribu,” ucapnya.

Ironisnya, penyebrangan ke Pulau Gili tidak permanen. Setiap saat ada. Sebab, pukul 10.00 WIB perahu sudah tidak melayani penumpang umum untuk rute Pamona – Gili Timur. Begitupun sebaliknya. Hanya ada jasa sewa yang harganya Rp50 ribu.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya