Lebih jauh Ratner mengatakan ada peningkatan tajam perilaku tidak profesional dan tidak aman” kapal dan pesawat militer China di kawasan itu. Ia merujuk pada pesawat tempur J-17 China yang secara berbahaya mencegat pesawat pengintai Australia di wilayah udara internasional, di atas Laut China Selatan, pada Mei lalu.
“China terus memperkuat posisinya di sepanjang perbatasan yang disengketakan dengan India, dan lebih jauh ke utara di Selat Taiwan. Di setiap wilayah ini, RRC mengubah status quo,” ungkapnya.
China menegaskan klaim territorial atas sebagian besar Laut China Selatan, termasuk hak untuk menarik garis pangkal dan menutup wilayah perairan pedalaman di mana terdapat empat kelompok kepulauan dan fitur maritime lain yang tersebar secara geografis.
AS menolak klaim maritim pemerintah China yang meliputi dan melanggar hukum di Laut China Selatan.
Awal pekan ini Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan masalah Laut China Selatan harus ditangani oleh negara-negara di kawasan itu sendiri karena ini bukan “taman safari” bagi negara-negara di luar kawasan itu, atau “arena pertempuran” bagi kekuatan besar untuk saling bersaing.
“Kekuatan non-regional tertentu terus meningkatkan masukan mereka atas kawasan itu, dan dengan sengaja meningkatkan konflik dan memicu ketegangan,” ujar Wang dalam sambutan pembukaan acara virtual yang menandai peringatan 20 tahun penandatanganan Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan.
Seperti diketahui, pada 2002, China dan ASEAN menandatangani “Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan” yang tidak mengikat, atau dikenal sebagai DOC. Namun selama bertahun-tahun China dan blok Asia Tenggara belum mampu mencapai kode etik yang mengikat secara hukum untuk menyelesaikan sengketa di Laut China Selatan.
(Susi Susanti)