BANYUWANGI - Pedang Luwuk menjadi salah satu pusaka bersejarah di Kabupaten Banyuwangi yang jadi salah satu wilayah yang bersejarah sejak zaman kerajaan-kerajaan hingga Indonesia berdiri.
Pedang pendek itu fenomenal pada masanya, konon digunakan petinggi dan masyarakat kerajaan di Jawa dalam menghadapi Agresi Belanda.
Pedang ini terkenal ampuh karena berhasil membuat kocar kacir dan menumbangkan pasukan penjajah Belanda. Pedang ini tercatat ditemukan di daerah kekuasaan masyarakat Kerajaan Majapahit dan masyarakat kerajaan Blambangan.
Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Disbudpar Banyuwangi, KRT. H. Ilham Triadinagoro mengatakan, Pedang Luwuk ditemukan sekitar 15 tahun lalu di daerah Rowo Bayu, Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Banyuwangi. Pedang itu menjadi saksi sejarah perlawanan masyarakat Kerajaan Blambangan dengan pasukan Belanda.
"Peperangan itu tercatat dalam sejarah disebut dengan perang Bayu yang terjadi pada tahun 1771," kata Ilham Triadinagoro, kepada MNC Portal pada Kamis pagi (11/8/2022).
Saat itu dikatakan Ilham kembali, pasukan perlawanan dipimpin oleh Mas Rempeg, atau yang biasa dikenal dengan sebutan Pangeran Jagapati dan Pengeran Putra, yang dikenal dengan sebutan Wong Agung Wilis.
"Pedang Luwuk digunakan dalam peperangan tersebut karena pedang ini terkenal ampuh dan sakti. Pedang ini adalah andalan Rempeg Jogopati selain tombak Biring Lanang. Pedang ini berhasil melukai banyak pasukan belanda hingga membuat kocar-kacir," kata Ilham.
Pedang Luwuk sendiri dibuat oleh seorang Empu yang bernama Ki Luwuk. Secara bentuk pedang ini nampak sederhana berwarna hitam legam dan memiliki bilah tajam pada satu sisi. Perbedaan antara Luwuk Majapahit dan Luwuk Blambangan terletak pada motif pamor dan waktu penggunaanya.
"Luwuk Majapahit digunakan pada 1478 saat perang Paregreg. Luwuk Blambangan digunakan dalam perang Bayu tahun 1771. Luwuk Majapahit memiliki motif pamor bergaris dari pangkal hingga ujung. Luwuk Blambangan memiliki motif bulan sabit berjumlah ganjil, mulai dari satu, tiga hingga lima," terang dia.