Pada 1820 dan 1930 an, masyarakat Jawa memiliki kekuatan magis untuk mengusir wabah penyakit dengan menggunakan pusaka bernama Kanjeng Kyai Tunggul Wulung. Pusaka berbentuk bendera ini merupakan pusaka yang sudah dikeramatkan sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung merupakan sebuah panji atau bendera yang berwarna wulung atau biru tua. Di bagian tengah pusaka ini terdapat tulisan arab berisi kutipan QS Al Kautsar, Asmaul Husna dan Syahadat.
Keistimewaan pusaka ini adalah bahan yang digunakan merupakan kain kiswah Ka'bah dari Mekkah. Berdasarkan sejarah, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung merupakan hadiah dari kekhalifahan Turki kepada Raden Patah, Sultan Demak sebagai tanda hubungan baik antar kedua negara.
Setelah Kerajaan Demak mengalami keruntuhan, pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung kemudian diwariskan secara turun temurun. Hinggi kini, pusaka ini masih tersimpan di Keraton Yogyakarta.
Diperkirakan, usia pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung jauh lebih tua dari usia Keraton Yogyakarta itu sendiri. Seperti yang diketahui, Keraton Yogyakarta sudah berdiri sejak 1755 silam.
Sejak dahulu pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung dipercaya memiliki kekuatan magis untuk menolak bala berupa wabah penyakit. Seperti pada tahun 1820, wilayah Yogyakarta terserang wabah PEST. Akibatnya banyak masyarakat kaya yang pergi meninggalkan Yogya. Sebaliknya, masyarakat miskin terpaksa pasrah di rumah mereka.
Guna menghadapi wabah tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono V dimohon untuk meminjamkan pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung untuk diarak. Akhirnya, permohonan tersebut dikabulkan dan abdi dalem Keraton Yogyakarta diperintahkan untuk mengarak pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.
Beberapa waktu berselang, wabah PEST pun menghilang. Namun beberapa tahun setelahnya, wabah PEST kembali dan membuat pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung kembali diarak.