Seputih Banyak, Saya dan Jokowi

Eddy Koko - Opini, Jurnalis
Minggu 14 Mei 2023 17:56 WIB
Jokowi dan Eddy Koko (Foto : Istimewa)
Share :

APES, itu yang sedang dialami Gubernur Lampung saat ini. Urusan jalan rusak, sebetulnya, bukan hanya di Lampung. Banyak terjadi di daerah lain alias tidak beda. Bedanya, Gubernur Lampung terlalu reaktif terhadap kritik dan lupa dunia sudah beda dengan saat ia kecil. Dunia begitu terbuka sementara pola pikir masih Orba akibatnya menjadi bulan-bulanan nitizen. Bukan hanya Nitizen di Lampung tapi se-Indonesia, bahkan dunia. Viral urusan jalan rusak belum tuntas topik berlanjut pajak kendaraannya telat bayar. Apes lagi.

Pepatah bukan lagi nasi sudah menjadi bubur. Sebab kalau yang terjadi nasi jadi bubur itu gampang, tinggal buang, selesai urusan. Ini "upo" (istilah bahasas Jawa atau butir nasi) yang lengket, dulu sering dimanfaatkan untuk lem kalau tidak ada perekat, tersebar berantakan kemana-mana. Semakin dikibas dari tangan upo itu semakin menyebar dan menempel ke tempat lain. Yang tertempeli upo bereaksi. Ambyar!

Saya tak hendak membicarakan Gubernur Lampung, Arinal Djuanedi yang sedang jadi bulan-bulanan netizen. Tapi saya bercerita tentang Seputih Banyak dimana masa kecil saya sempat di sana. Seputih Banyak yang "terisolir" karena jalan menuju sana rusak parah tiba-tiba banyak disebut media nasional karena Presiden Jokowi melintas sekitar wilayah ini. Kunjungan Jokowi melintas Seputih Banyak ini terkait jalan rusak di Lampung yang menjadi viral sejagad dan, itu tadi, gubernurnya menjadi bulan-bulanan banyak masyarakat Indonesia. Menggunakan kendaraan sedan RI-1 Jokowi seakan ingin menunjukan bahwa jalan memang tidak bisa dilintasi kendaraan mobil. Jalanan di Lampung sedang tidak baik-baik saja. Kalau ingin menunjukkan jalan masih bisa dilintasi pastinya Pakde Joko tidak pakai sedan tapi traktor, minimal mobil jenis jeep.

Tuing! Begitu radar perasaan saya bergetar ketika staf khusus presiden, Doktor Sukardi Rinakit kontak saya bahwa, Presiden Jokowi hendak ke Seputih Raman. Tidak menyebut Seputih Banyak tapi sudah cukup terbayangkan di benak saya, itu wilayah sebelah Seputih Banyak. Presiden ke kampung yang jalannya penuh lubang seperti foto planet Mars dari jauh? Cak Kardi, begitu saya memanggilnya, tau masa kecil saya di Seputih Banyak dari kami ngobrol. Bahkan ia pernah menyinggung nama saya dalam kolomnya di koran Kompas beberapa tahun lampau ketika masih bisa menulis. Sekarang, karena statusnya sebagai Staf Khusus Presiden maka harus "puasa" menulis.

Saya lahir di Jakarta tahun 1959. Usia tiga tahun Bapak saya yang berdinas di Kantor Transmigrasi Pusat Jakarta dipindah ke Seputih Banyak. Jabatannya Kepala Seksi Kantor Transmigrasi Seputih Banyak menangani transmigran, warga dari Pulau Bali yang dipindah secara "bedol desa". Transmigran Bali tersebut adalah korban dari dasyatnya letusan Gunung Agung pada Maret 1963 yang kemudian ditempatkan di Seputih Banyak, Seputih Raman dan beberapa tempat lainnya seputaran Kota Gajah, dulu wilayah Lampung Tengah. Transmigrasi bedol desa dari Bali tersebut ditandain dengan banyaknya Pure di wilayah Seputih Raman dan Seputih Banyak atau sekitarnya. Sampai sekarang masih ada.

Kenangan Seputih Banyak

Tentu Seputih Banyak sekarang berbeda dengan masa kecil saya ketika itu tahun 1963-an. Namun, meskipun zaman sudah maju, untuk menuju Seputih Banyak dari Kota Metro yang jaraknya sekitar 40 kilometer diperlukan perjuangan ekstra hati-hati. Tahun 2020, misalnya, ketika saya napak tilas ke Seputih Banyak mengenang masa kecil butuh waktu satu jam lebih karena kendaraan harus zig zag menghindari lubang bahkan kadang masuk dalam lubang tidak bisa menghindar. Tidak hati-hati beresiko pada kendaraan terutama jenis sedan dengan dek rendah. Pendeknya, Seputih Banyak terkesan masih merupakan wilayah sulit terjangkau karena buruknya jalan dari Kota Metro. Harus hati-hati mengemudi jika tidak ingin kendaraan terperosok karena sepanjang perjalanan yang nampak adalah kubangan di tengah jalan. Kota Metro sekarang kota administrasi dulu merupakan ibukota dari Lampung Tengah di mana Seputih Banyak adalah kecamatannya

Sampai Seputih Banyak saya dibuat bingung karena berbeda dengan ingatan saya kecil. Tentu demikian karena sudah sekitar 58 tahun saya tinggalkan. Dengan sabar saya bertanya sana sini seraya mencocokan dengan pola dalam ingatan saya. Ada beberapa teman kecil masih ada tetapi sudah renta. Satu rumah bekas milik Dinas Kantor Transmigrasi masih tersisa dengan kondisi mengenaskan, tua, lapuk dan reot. Pada masa itu semua bentuk rumah dinas sama, yaitu bagunan depan teras dan bagian belakang ada bangunan memanjang dengan beberapa kamar. Saya tertegun di depan bangunan reot membangkitkan rasa haru kenangan masa kecil yang kemudian kacau balau akibat pecah peristiwa gerakan tahun 1965. Kami semua pergi dari Seputih Banyak pindah ke Metro.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya