Setelah kedatangannya di Inggris pada Juni 1868, sang pangeran dan statusnya sebagai yatim piatu mengundang simpati Ratu Victoria. Keduanya bertemu di rumah peristirahatan ratu di Isle of Wight, tak jauh dari pantai selatan Inggris.
Ratu Victoria setuju untuk membantunya secara finansial dan menempatkannya di bawah asuhan Kapten Tristram Charles Sawyer Speedy, pria yang mendampingi pangeran selama perjalanan dari Ethiopia.
Mereka pertama-tama tinggal bersama di Isle of Whight, kemudian Kapten Speedy membawanya ke belahan dunia lain, termasuk India.
Tapi sang pangeran harus memperoleh pendidikan formal.
Ia kemudian dikirim ke sekolah umum Inggris, Rugby, tapi ia tidak senang berada di sana. Ia kemudian dipindahkan ke Royal Military College di Sandhurst di mana ia menjadi sasaran perundungan.
Sang pangeran "merindukan" untuk kembali ke kampung halaman, tapi menurut Heavens, hasrat itu dengan cepat dibatalkan.
"Saya merasa begitu memahaminya. Dia terusir dari Ethiopia, dari Afrika, dari tanah orang kulit hitam. Tapi harus tetap tinggal di Inggris karena tidak ada rumah untuk pulang," kata keturunan kerajaan Ethiopia, Abebech Kasa kepada BBC.
Akhirnya, Alemayehu menjalani pendidikan di sebuah rumah pribadi di Leeds. Tapi dia jatuh sakit, kemungkinan karena pneumonia, dan pada puncaknya ia menolak perawatan karena mengira dirinya telah diracuni.
Setelah satu dekade di pengasingan, pangeran meninggal pada 1879 di usia belia 18 tahun.
Penyakitnya telah menjadi subjek artikel di media nasional, dan Ratu Victoria menulis dalam buku harian tentang kesedihan atas kematian pangeran.
"Sangat sedih, dan berduka setelah mendengar kabar dari telegram, bahwa Alemayehu meninggal dunia pagi ini. Ini terlalu menyedihkan! Sendirian, di negara asing, tanpa satu anggota keluarga dan kerabat bersama dirinya," katanya.
"Hidupnya tidak bahagia, penuh dengan pelbagai macam kesulitan, dan sangat sensitif, merasa bahwa orang-orang menatapnya karena warna kulitnya... Semua orang sangat menyesal."
Ratu Victoria kemudian mengurus pemakamannya di Kastil Windsor.
Desakan agar jasadnya dikembalikan ke Ethiopia, bukanlah hal baru.
Pada 2007, Presiden Girma Wolde-Giorgis saat itu mengirimkan permintaan pada Ratu Elizabeth II agar jasadnya dikembalikan, tapi upaya itu tidak membuahkan hasil.
"Kami ingin ia kembali. Kami tak ingin sisa jasadnya ada di negara asing," kata Abebech.
"Dia memiliki perjalanan hidup yang menyedihkan. Ketika saya memikirkannya, saya menangis. Jika mereka setuju untuk mengembalikan sisa jasadnya, saya akan menganggapnya seakan-akan dia pulang dengan keadaan hidup."
Dia berharap permintaan ini mendapat respon positif dari Raja Charles III yang baru saja dinobatkan.
"Restitusi digunakan sebagai cara untuk membawa rekonsiliasi, untuk mengakui apa yang salah di masa lalu," kata Profesor Alula Pankhurst, seorang pakar hubungan Inggris-Etiopia.
Dia percaya bahwa pengembalian jasad pangeran akan menjadi "cara bagi Inggris untuk memikirkan kembali masa lalunya. Ini adalah refleksi dan berdamai dengan masa lalu kerajaan."
(Khafid Mardiyansyah)