JAKARTA - Asal mula kemunculan ojek yang eksis di Indonesia pada tahun 1969, merupakan sarana transportasi yang inovatif. Namun disebutkan, ojek pertama kali hadir di Jawa Tengah dengan kendaraan masih berupa sepeda, belum berupa sepeda motor.
Dengan berkembanganya zaman, saat ini muncul ojek online. Sejak kemunculannya, kerap memicu konflik tersendiri lantaran berkaitan dengan "urusan perut". Ojek konvensional hingga taksi dan angkot, mulai tergusur dari hati masyarakat dan tentunya, pendapatan mereka merosot sedikit demi sedikit.
“Angkutan” ojek inovatif ini entah siapa yang memulainya. Namun yang pasti, masyarakat di pedesaan sangat terbantu dengan eksisnya jasa ini. Terlebih untuk mengantar barang atau orang dari satu tempat ke tempat lain yang jaraknya bisa bikin ‘gempor’ kalau jalan kaki.
Di sisi finansial, jasa ini juga lebih “murah meriah” ketimbang beli mobil yang butuh sopir dan mengisi bahan bakarnya. Sejak itu, jasa antar/angkut dengan sepeda ini menyebar ke perkotaan, hingga ke Ibu Kota.
Tapi di Jakarta pada 1970, jasa angkut dengan sepeda ini lebih ramai dibutuhkan di Pelabuhan Tanjung Priok. Pasalnya kala itu di pelabuhan, masih ada larangan becak atau angkutan bermotor lainnya untuk masuk pelabuhan.
Lambat laun, sarana ojek sepeda ini menyebar ke seantero Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Inovasi tentang sarana kendaraan untuk ‘ngojek’, juga kembali bermula di Jawa Tengah.
Saat di Jakarta masih ramai ojek sepeda, di Jawa Tengah sudah mulai mengalihkan kendaraannya dengan sepeda motor yang saat itu, paling lazim yang digunakan motor pabrikan Jepang dengan mesin 90cc.
Lama-kelamaan, di kota-kota besar, termasuk Jakarta, mulai kembali meniru untuk mengalihkan kendaraan ojeknya dari sepeda ke sepeda motor, hingga yang kita lihat hari ini. Memang ojek bukan bertipe angkutan massal, namun tetap saja ojek acap jadi alternatif warga menembus kemacetan, terutama di Jakarta.
Sementara menilik kata “ojek”, kalau menengok Kamus Besar Bahasa Indonesia, konon katanya kata “ojek” berasal dari kata “objek”. Kata itu memiliki arti kata benda atau sesuatu yang dibicarakan.
Lantaran jasa ini tengah jadi perbincangan hangat sampai jumlahnya tak bisa terhitung di mana-mana, seiring waktu kata ngobjek yang artinya cari pendapatan, berubah jadi ngojek.
(Awaludin)