Pada prinsipnya, daging dam adalah hak fakir miskin tanah haram/suci. Tetapi para fukaha sepakat membolehkan kelebihannya untuk dikirim kepada yang berhak menerima di luar tanah haram, termasuk ke negara-negara lain.
Selain pemanfaatan daging dam untuk meningkatkan gizi masyarakat, terbuka peluang bisnis dalam pengadaan hewan al-hadyu. Selama ini Pemerintah Arab Saudi selalu mendatangkan kambing dari beberapa negara di Afrika dan Australia.
Investor Indonesia dan Saudi Arabia dapat bekerjasama untuk memasok kebutuhan kambing jemaah haji Indonesia. Ijma ulama, hewan al-hadyu harus disembelih di tanah suci (Mekkah).
Hewannya didatangkan dari Indonesia, disembelih di Mekkah, dan dagingnya dikembali ke Indonesia. Prinsipnya, “Dari Indonesia untuk Indonesia”.
Tahun ini baru terbatas dam petugas. Kita berharap, secara bertahap di tahun-tahun mendatang, dapat mencakup seluruh jemaah haji. Ini akan menjadi legacy Kementerian Agama di bawah kepemimpinan GusMen dalam membangun eksositem ekonomi haji.
Pelaksanaan dam dan kurban secara kolektif melalui lembaga terpercaya akan lebih maslahat daripada dilakukan sendiri-sendiri. Selain dapat melaksanakan ibadah sesuai syariat, cara ini juga akan mendatangkan manfaat secara ekonomis bagi masyarakat luas di tanah air.
Dengan demikian, pelaksanaan al-hadyu sebagai salah satu syiar agama (QS. Al-Hajj [22]: 36), sejalan dengan salah satu tujuan berhaji, yaitu untuk memperlihatkan ragam manfaat (QS. Al-Hajj [22]: 28).
Manfaat yang bersifat material tidak hanya dirasakan di tanah suci, tetapi juga di negeri sendiri. Oleh karenanya, dukungan para ulama, parlemen dan warga masyarakat sangat diperlukan untuk keberlangsungan program ini.
(Fitria Dwi Astuti )