GABON - Pemimpin militer baru Gabon berjanji mengembalikan negaranya ke demokrasi, namun menolak memberikan batas waktu untuk mengadakan pemilu baru.
Jenderal Brice Oligui Nguema mengatakan lembaga-lembaga negara akan dibuat lebih demokratis dan penangguhan lembaga-lembaga tersebut hanya bersifat “sementara”.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Jumat (1/9/2023) malam, Jenderal Nguema mengatakan militer akan bertindak “cepat tapi pasti” untuk menghindari pemilu yang “mengulang kesalahan yang sama” dengan mempertahankan orang yang sama tetap berkuasa.
“Berjalan secepat-cepatnya bukan berarti menyelenggarakan pemilu ad hoc, yang pada akhirnya kita akan mengalami kesalahan yang sama,” ujarnya.
Namun koalisi oposisi Gabon mengatakan militer tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerahkan kekuasaan kembali kepada pemerintah sipil.
Kelompok oposisi utama Gabon, Alternance 2023, yang menyatakan mereka adalah pemenang sah pemilu pada Sabtu (26/8/2023), mendesak komunitas internasional pada Jumat (1/9/2023) untuk mendorong kembalinya pemerintahan sipil.
“Kami senang Ali Bongo digulingkan tetapi… kami berharap komunitas internasional akan mendukung Republik dan tatanan demokrasi di Gabon dengan meminta militer mengembalikan kekuasaan kepada warga sipil,” terang Alexandra Pangha, kata juru bicara pemimpin Alternance 2023 Albert Ondo Ossa kepada BBC.
Dia menambahkan bahwa rencana pengambilan sumpah Jenderal Nguema sebagai presiden transisi pada hari Senin adalah "tidak masuk akal".
Seperti diketahui, Presiden terguling, Ali Bongo, menjadi tahanan rumah minggu ini.
Perwira militer muncul di TV pemerintah pada Rabu (30/8/2023) dini hari untuk mengatakan bahwa mereka telah mengambil alih kendali, mengakhiri 55 tahun kekuasaan keluarga Bongo di negara Afrika tengah tersebut.
Mereka mengatakan bahwa mereka telah membatalkan hasil pemilihan presiden pada Sabtu (26/8/2023), di mana Bongo dinyatakan sebagai pemenang namun pihak oposisi mengatakan hasil tersebut curang.
Kudeta di Gabon merupakan kudeta kedelapan yang terjadi di Afrika barat dan tengah sejak tahun 2020, setelah Niger, Mali, Guinea, Burkina Faso, dan Chad.
Hal ini telah dikutuk oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Uni Afrika dan Perancis – bekas negara kolonial yang memiliki hubungan dekat dengan keluarga Bongo.
Bongo, yang berkuasa sejak 2009, muncul dalam sebuah video di rumahnya minggu ini yang menyerukan “teman-temannya di seluruh dunia” untuk “membuat keributan” atas namanya.
Namun pemecatannya juga dirayakan oleh banyak orang di Gabon yang semakin membenci rezimnya dan keluarganya.
Massa di ibu kota, Libreville, dan tempat lain terlihat merayakan deklarasi tentara awal pekan ini.
(Susi Susanti)