LONDON - Sebuah kelas yoga di wilayah Lincolnshire, Inggris digerebek polisi setelah sempat dianggap sebagai tempat terjadinya “ritual pembunuhan massal”, ketika anggota komunitas melapor setelah salah mengira sekelompok yogi yang bermeditasi sebagai korban pembunuhan.
Lima mobil polisi tiba di Observatorium Laut Utara di Skegness pada Rabu, (6/9/2023) malam setelah sepasang pembawa anjing melaporkan mengenai tujuh orang yang tergeletak di tanah di ruangan yang remang-remang, dengan orang kedelapan berjalan mengelilingi tubuh mereka yang tampaknya tak bernyawa.
Namun, tanpa sepengetahuan para pelapor, kelompok tersebut sedang berlatih shavasana, kadang-kadang dikenal sebagai pose mayat – sebuah posisi yang sering digunakan di akhir sesi yoga di mana orang-orang berbaring telentang dan memasuki kondisi meditasi mendalam.
“Mereka melaporkan kepada polisi bahwa mereka melihat seseorang berjalan-jalan di dalam ruangan yang diterangi lilin dan sesuatu yang tampak seperti orang mati tergeletak di lantai,” kata guru yoga Millie Laws kepada Washington Post. “Pasangan itu mengira itu semacam ritual pembunuhan massal.”
Polisi Lincolnshire kemudian mengkonfirmasi bahwa panggilan darurat telah dilakukan pada pukul 20:56 waktu setempat “dengan niat baik.” Polisi menambahkan: “Petugas hadir, dengan senang hati kami melaporkan bahwa semua orang aman dan baik-baik saja.”
The Seascape Cafe, yang menjadi tuan rumah kelas yoga di Observatorium Laut Utara, mengunggah ke media sosial pada Kamis, (7/9/2023) untuk berterima kasih kepada polisi atas tanggapan cepat mereka terhadap kejadian tersebut. “Masyarakat Umum yang terhormat,” kata pernyataan itu, sebagaimana dilansir RT.
“Harap diingat bahwa Observatorium memiliki banyak kelas yoga yang diadakan di malam hari. Kami bukan bagian dari aliran sesat atau klub gila mana pun.”
Berbicara kepada Washington Post dalam komentar yang diterbitkan pada Jumat, (8/9/2023) Laws mengatakan bahwa dia tidak bisa menahan tawa atas gagasan bahwa dia sempat dicurigai bertanggung jawab atas salah satu pembantaian terburuk dalam sejarah Inggris baru-baru ini.
“Lucu sekali,” reaksi pria berusia 22 tahun, yang baru pindah ke kota itu tiga bulan lalu. “Di sisi lain, orang-orang ini berhasil memasuki kondisi relaksasi yang mendalam sehingga – meskipun sangat buruk jika dibandingkan dengan kematian – mereka terlihat begitu santai dan nyaman.
“Maksud saya, bisa dibilang obatnya manjur, meski ironisnya mereka berpose seperti mayat,” katanya.
(Rahman Asmardika)