Kisah Nelangsa Akhir Hidup Amir Syarifuddin, Baca Novel Romeo Juliet Sebelum Ditembak Mati

Qur'anul Hidayat, Jurnalis
Kamis 21 September 2023 04:06 WIB
Amir Syarifuddin. (Foto: Dok Ist)
Share :

AMIR Syarifuddin, sang mantan Menteri Pertahanan itu dalam waktu cepat jadi tawanan karena aksinya yang dianggap sebagai langkah kudeta di Peristiwa Madiun. Amir yang sudah tak berkutik ditangkap pada akhir November 1948. Dia ditangkap TNI pasukan Kemal Idris di Desa Kelambu, Purwodadi, Jawa Tengah.

Buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997) menyebutkan, kondisi Amir saat ditangkap begitu mengenaskan. Kondisi badannya kurus dan pincang karena menderita disentri.

Namun, ada yang unik setelahnya. Kala itu, pemerintah menerapkan kebijakan khusus kepada para tawanan penting. Para tokoh PKI yang tertangkap hidup-hidup, termasuk Amir Sjarifuddin dibawa ke Ibu Kota Yogyakarta.

Kendati demikian, semuanya terlebih dahulu dibawa ke Kudus, yakni untuk menjalani interogasi. Kemudian dengan menggunakan kereta api khusus, mereka diangkut menuju Yogyakarta.

Karena dianggap sebagai tokoh terpenting, Amir ditempatkan seorang diri di gerbong yang sebelumnya telah dikosongkan. Ia diurus oleh seorang perwira TNI, Kapten Soeharto dan memilih kooperatif.

Nah, di sela waktu menanti kereta berjalan, Amir tiba-tiba menyatakan ingin membaca buku. Ia meminta Kapten Soeharto dan oleh Soeharto diberikan novel Romeo dan Juliet. Amir menikmati kisah tragedi itu di sela menanti kereta yang membawanya ke Yogya, berangkat. Waktu itu, buku satu-satunya yang dimiliki Kapten Soeharto ialah Romeo and Juliet karangan William Shakespeare.

Perjalanan kereta membawa Amir Sjarifuddin ke Yogyakarta sebagai tawanan berjalan sesuai rencana. Kedatangan Amir di Yogya telah didengar dan sekaligus menarik perhatian rakyat. Begitu kereta tiba stasiun Yogya, pemandangan yang terlihat adalah banyaknya rakyat yang berjejal-jejal ingin menyaksikan wajah mantan perdana menteri itu dari jarak dekat.

Amir tidak banyak berekspresi. Begitu juga saat diarak keliling kota sebagai pesakitan politik, ia tetap tenang. “Ia (Amir Sjarifuddin) kelihatan tenang melihat rakyat yang berjubel-jubel di stasiun melalui jendela kereta.”

Atas usul Jaksa Agung, para tawanan politik peristiwa pemberontakan PKI Madiun diserahkan kepada Gubernur Militer Kolonel Gatot Subroto. Pada bulan Desember 1948, Amir Sjarifuddin diam-diam dibawa ke Solo bersama 11 tawanan politik lain.

Pada 19 Desember 1948, yakni dalam situasi tengah malam di wilayah Desa Ngalihan dekat Solo, Amir Sjarifuddin menjalani eksekusi tembak mati.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya