Untuk itu, ia menawarkan tiga strategi untuk membangun kembali kepercayaan dunia dan menghidupkan kembali solidaritas global.
Pertama, mendesak kepemimpinan kolektif global. “Nasib dunia tidak boleh ditentukan oleh segelintir pihak/negara”, tukas Retno. Ia menekankan bahwa dunia yang damai, stabil, dan sejahtera adalah hak dan tanggung jawab kolektif seluruh negara, baik negara besar atau kecil, di utara atau selatan, negara maju atau negara berkembang.
Menlu RI mendesak seluruh pihak untuk dapat menjunjung tinggi hukum internasional, khususnya prinsip utama kedaulatan dan integritas wilayah dan memastikan semua perbedaan diselesaikan di atas meja perundingan, bukan di medan perang.
Secara khusus, tanggung jawab kolektif ini sangat diperlukan untuk menyelamatkan rakyat Palestina dan Afganistan.
“Sudah terlalu lama kita membiarkan saudara dan saudari kita di Palestina dan Afghanistan menderita. Indonesia tidak akan mundur sedikit pun untuk perjuangan mereka”, pungkas Retno.
Kedua, mendorong pembangunan untuk semua. Menlu RI menyampaikan bahwa setiap negara memiliki hak yang sama untuk membangun dan tumbuh. Namun sayangnya arsitektur global saat ini hanya menguntungkan beberapa negara saja. Kebijakan perdagangan yang diskriminatif masih terus terjadi, rantai pasok global masih dimonopoli, negara berkembang masih dililit hutang asing. Semua ini menjadi faktor pendorong tergerusnya kepercayaan dan solidaritas.
“Inilah saatnya bagi kita untuk lakukan perubahan. Hilirisasi industri tidak boleh jadi seruan eksklusif dari negara berkembang saja, tapi harus didukung oleh negara maju,” ujarnya.