Seperti diketahui, Nagorno-Karabakh – wilayah pegunungan di Kaukasus Selatan – diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi telah dikuasai oleh etnis Armenia selama tiga dekade.
Daerah kantong tersebut didukung oleh Armenia – tetapi juga oleh sekutu mereka, Rusia, yang telah menempatkan ratusan tentara di sana selama bertahun-tahun.
Lima pasukan penjaga perdamaian Rusia tewas – bersama sedikitnya 200 warga etnis Armenia dan puluhan tentara Azerbaijan – ketika tentara Azerbaijan menyerbu minggu lalu.
Pada Minggu (24/9/2023), kementerian pertahanan Azerbaijan mengatakan telah menyita lebih banyak peralatan militer termasuk sejumlah besar roket, peluru artileri, ranjau dan amunisi.
Terlepas dari jaminan publik Azerbaijan, masih terdapat kekhawatiran terhadap penduduk Nagorno-Karabakh, karena hanya satu pengiriman bantuan sebanyak 70 ton makanan yang diperbolehkan sejak kelompok separatis menerima gencatan senjata dan setuju untuk melucuti senjata.
Para pemimpin etnis Armenia mengatakan ribuan orang tidak memiliki makanan atau tempat tinggal dan tidur di ruang bawah tanah, gedung sekolah atau di luar.
Dalam pidatonya di TV, Perdana Menteri (PM) Armenia juga mengisyaratkan bahwa Rusia tidak membela diri dalam konflik tersebut.
Komentarnya menggemakan kritik bahwa Moskow telah secara efektif menyerahkan Nagorno-Karabakh ke Azerbaijan – sebuah tuduhan yang oleh Menteri Luar Negeri Rusia digambarkan sebagai “menggelikan”.
“Yerevan dan Baku benar-benar menyelesaikan situasi ini,” kata Sergei Lavrov di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). “Waktunya telah tiba untuk membangun rasa saling percaya,” lanjutnya.
(Susi Susanti)