Bagaimana China Berjuang di Zona Abu-Abu Melawan Taiwan saat 103 Jet Tempur Diterbangkan Lintasi Perbatasan

Susi Susanti, Jurnalis
Kamis 05 Oktober 2023 15:00 WIB
103 jet tempur China lewati perbatasan dengan Taiwan (Foto: Reuters)
Share :

TAIWAN - Ketika Taiwan membunyikan alarm bulan lalu atas rekor jumlah jet tempur China atau Tiongkok yang melintasi perbatasan tidak resmi di antara mereka, Beijing mengatakan bahwa batasan tersebut tidak ada.

Sebanyak 103 jet tempur yang diterbangkan Tiongkok di dekat Taiwan, 40 di antaranya memasuki Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) di pulau itu. Ini tercatat sebagai salah satu peningkatan dalam latihan perang Tiongkok.

Beijing, yang telah lama mengklaim Taiwan, pada tahun lalu berulang kali berlatih mengepung pulau yang mempunyai pemerintahan sendiri itu dengan jet tempur dan kapal angkatan laut. Latihan militer ini menjadi sangat mengancam mengingat janji Tiongkok untuk “bersatu kembali” dengan Taiwan.

Sejauh ini, manuver-manuver tersebut gagal mencapai invasi dan masih berada dalam zona abu-abu, yaitu taktik militer yang berada di antara perang dan perdamaian.

Namun Taiwan kini menjadi pihak yang mudah terbakar dalam hubungan AS-Tiongkok yang bergejolak. Para analis mengatakan taktik zona abu-abu adalah bagian dari strategi Beijing untuk mengendalikan Taipei tanpa melepaskan satu tembakan pun.

Taktik perang zona abu-abu ditujukan untuk melemahkan musuh dalam jangka waktu lama. Hal itulah yang coba dilakukan Tiongkok terhadap Taiwan, kata para pengamat.

Alessio Patalano, seorang profesor perang dan strategi di Asia Timur di King's College di London, mengatakan dengan secara teratur melintasi ADIZ Taiwan, Beijing menguji seberapa jauh Taipei akan memperkuat wilayah tersebut.

ADIZ dinyatakan bebas dan secara teknis dianggap sebagai wilayah udara internasional, namun pemerintah menggunakannya untuk memantau pesawat asing.

Prof Patalano mengatakan Taiwan secara rutin mengerahkan jet tempur untuk memperingatkan pesawat Tiongkok di ADIZ-nya, sebuah respons yang dapat membebani sumber daya Taiwan dalam jangka panjang.

Namun itu bukan satu-satunya tujuan atau manfaatnya. Menurut para analis, latihan ini memungkinkan Tiongkok untuk menguji kemampuannya sendiri seperti koordinasi dan pengawasan pasukan. Kedua hal ini sesuai dengan pola Tiongkok dalam menormalisasi peningkatan tekanan militer terhadap Taiwan untuk menguji pertahanan Taiwan dan dukungan internasional terhadap pulau tersebut.

“Normalisasi ini suatu hari nanti mungkin berfungsi untuk menutupi langkah pertama dari serangan yang sebenarnya, sehingga menyulitkan Taiwan dan [sekutu utamanya] Amerika Serikat untuk mempersiapkan diri,” kata David Gitter, peneliti non-residen di lembaga Biro Riset Asia Nasional yang berbasis di AS, dikutip BBC.

Tindakan Beijing juga mengatur ulang landasan untuk menyangkal pernyataan Taiwan bahwa mereka memiliki perbatasan dengan Tiongkok di Selat Taiwan, perairan yang terletak di antara pulau itu dan daratan Tiongkok.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan "tidak ada yang disebut garis tengah" di selat itu ketika ditanya tentang reaksi Taiwan terhadap latihan pada September lalu.

“Hal ini juga berfungsi untuk mematikan rasa masyarakat Taiwan terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh kekuatan semacam itu, yang dapat melemahkan dukungan politik terhadap persiapan militer Taiwan yang lebih berdedikasi dalam menghadapi kemungkinan perang,” katanya.

Sebagian besar analis sepakat bahwa militer Taiwan dengan jumlah angkatan bersenjata yang menyusut, angkatan laut yang kalah jumlah, dan artileri yang sudah tua tidak akan mampu melawan Tiongkok yang jauh lebih kuat.

Banyak warga Taiwan yang tampaknya juga setuju, berdasarkan survei tahun lalu yang dilakukan oleh Taiwan Public Opinion Foundation yang menemukan bahwa lebih dari setengah dari mereka berpendapat Tiongkok akan menang jika berperang dan hanya sepertiga yang percaya Taiwan akan menang.

Namun selera terhadap anggaran pertahanan yang lebih besar nampaknya masih lemah. Menurut survei terbaru yang dilakukan oleh Universitas Nottingham, Hampir separuh penduduk Taiwan menganggap pengeluaran saat ini sudah cukup, sedangkan sepertiganya menganggap pengeluaran tersebut sudah terlalu banyak.

Tiongkok sering mengadakan latihan militer sebagai respons terhadap perselisihan politik tingkat tinggi antara Taiwan dan AS, yang dianggap sebagai provokasi.

Latihan ini semakin besar dan sering dilakukan sejak kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada Agustus 2022. Beijing menanggapinya dengan latihan selama seminggu yang mencakup latihan tembak selama empat hari, diikuti dengan latihan serangan anti-kapal selam dan latihan serangan laut.

Kemudian pada April lalu, setelah Presiden Taiwan Tsai Ing-wen bertemu dengan Ketua AS Kevin McCarthy di California, Tiongkok berlatih “menutup” Taiwan dalam apa yang disebut latihan pedang gabungan dengan kapal induk Shandong.

Tiongkok bahkan menerbangkan jet ke pantai Pasifik Taiwan di sebelah timur, menunjukkan bahwa mereka melakukan serangan dari arah tersebut, bukan dari barat, yang menghadap daratan Tiongkok. Tampaknya Tiongkok semakin berupaya melakukan blokade terhadap Taiwan. Namun para pejabat Pentagon mengatakan hal ini tidak mungkin berhasil karena hal ini akan memberi waktu bagi sekutu Taipei untuk memobilisasi diri.

Latihan pada September lalu juga dilakukan setelah kunjungan Wakil Presiden Taiwan William Lai ke AS. Taipei memperingatkan akan adanya latihan tersebut setelah Tiongkok menyebut Lai, kandidat terdepan dalam pemilihan presiden pada Januari mendatang, sebagai "pembuat onar" karena terbang ke AS.

Beberapa analis juga percaya Tiongkok sedang mencoba untuk menunjukkan kekuatan menyusul rumor tentang hilangnya menteri pertahanan Li Shangfu.

Taktik ini juga tidak hanya berlaku pada perselisihan dengan Taiwan. Tiongkok menerapkan tindakan serupa untuk mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan, yang bisa menjadi kunci untuk mengambil alih Taiwan.

Perairan tersebut menjadi lokasi jalur pelayaran bernilai miliaran dolar dan diyakini menyimpan cadangan minyak dan gas yang sangat besar. Beijing telah membangun bangunan besar di atas terumbu karang di perairan yang disengketakan dimana Filipina, Taiwan, Malaysia, Vietnam dan Brunei memiliki klaim yang saling bersaing. Mereka juga telah mengerahkan kapal penjaga pantai dan milisi untuk memblokir kapal keamanan dan penangkap ikan Filipina di perairan ini meskipun pengadilan internasional memutuskan bahwa klaim Beijing tidak memiliki dasar hukum.

Latihan tersebut telah menyebabkan wilayah yang semakin termiliterisasi, baik di perairan sekitar Taiwan, atau di langit.

AS dan sekutunya juga meningkatkan latihan militernya di Laut Cina Selatan. Baru minggu ini, AS dan Filipina memulai putaran baru.

Sekalipun tidak ada pihak yang berniat melakukan provokasi, para pengamat khawatir bahwa penambahan kapal perang dan pesawat tempur akan meningkatkan kemungkinan kesalahan perhitungan yang merugikan. Militer kedua negara juga tidak lagi berkomunikasi secara langsung, meskipun AS mengatakan pihaknya berusaha menghidupkan kembali hotline tersebut, yang akan membantu meredakan eskalasi yang tidak direncanakan.

Meskipun melanjutkan dialog tingkat tinggi dengan AS, Tiongkok telah menunjukkan tanda-tanda mundur terhadap Taiwan.

Gitter mengatakan rekor serangan yang terjadi pada September menunjukkan bahwa manuver semacam itu akan terus dilakukan sebagai bagian dari kebijakan Presiden Tiongkok Xi Jinping, bahkan tanpa ‘pemicu asing’.

Xi baru-baru ini mengatakan bahwa dia “tidak akan pernah berjanji untuk menghentikan penggunaan kekuatan” dan bahwa Taiwan “harus dan akan” bersatu dengan Tiongkok.

Namun para pengamat mengatakan Tiongkok harus menghadapi tantangan dalam beberapa bulan mendatang karena terlalu memaksakan diri juga dapat membuka jalan bagi Lai, yang dianggap sebagai kandidat pro-kemerdekaan Taiwan, untuk memenangkan pemilu penting pada Januari mendatang.

Tahun depan juga merupakan tahun ketika Beijing mulai mengoperasikan kapal induk barunya, Fujian, yang merupakan kapal tercanggih yang pernah ada, yang menurut Taipei akan meningkatkan kemampuan Tiongkok untuk menutup Selat Taiwan.

Gitter menjelaskan latihan militer Tiongkok akan semakin besar dan sering dilakukan.

“Kami perkirakan angka-angka ini akan terus meningkat hingga mendekati tingkat yang mungkin terjadi pada serangan sebenarnya,” katanya.

(Susi Susanti)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya