Bulan September lebih terasa seperti Juli yang sangat panas dengan rata-rata suhu udara global sebesar 16,38 derajat Celsius (61,45 Fahrenheit), menjadikan bulan ini 0,93 derajat Celsius lebih panas dibandingkan rata-rata pada 1991 hingga 2020, dan 1,75 derajat Celsius lebih panas dibandingkan rata-rata pada September pada era industri, sebelum dunia mulai membakar bahan bakar fosil dalam jumlah besar.
Angka tersebut jauh di atas ambang batas 1,5 derajat Celsius yang menjadi target negara-negara untuk membatasi pemanasan global berdasarkan Perjanjian Iklim Paris.
Meskipun perjanjian tersebut berfokus pada suhu rata-rata jangka panjang, suhu panas yang tidak normal pada September – yang terjadi setelah musim panas terpanas yang pernah tercatat – telah memberikan gambaran mengenai apa yang akan terjadi di dunia ketika suhu yang melonjak akan memperburuk cuaca ekstrem.
Bulan September ini saja telah menyebabkan banjir dahsyat yang menewaskan ribuan orang di Libya dan puluhan lainnya di Yunani, Bulgaria, dan Turki. Kanada sedang bergulat dengan musim kebakaran hutan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagian Amerika Selatan dilanda panas yang memecahkan rekor dan curah hujan yang mencapai rekor tinggi yang membanjiri New York.
Suhu laut juga berada di luar grafik pada September. Suhu permukaan laut rata-rata mencapai 20,92 derajat Celcius (69,66 Fahrenheit), rekor tertinggi pada September dan rekor tertinggi kedua pada bulan apa pun, setelah Agustus tahun ini. Es laut Antartika juga mencapai rekor terendah sepanjang tahun ini.
“Bulan ini, menurut pendapat profesional saya sebagai ilmuwan iklim – benar-benar merupakan bulan yang luar biasa,” cuit Zeke Hausfather, seorang ilmuwan iklim, memposting di X (sebelumnya Twitter) pada Selasa (3/10/2023).