Pemerintah Israel percaya bahwa tembok ini hampir tidak dapat ditembus, sehingga mereka menempatkan pasukan militer yang relatif kecil di dekatnya. Hal ini membuat mereka memprioritaskan wilayah lain untuk penempatan pasukan, seperti yang disebutkan dalam laporan tersebut.
Saat serangan Hamas dimulai, mereka berhasil menghancurkan setidaknya empat menara komunikasi dengan menggunakan amunisi yang dijatuhkan dari pesawat nirawak atau drone pada tahap awal serangan. Akibatnya, sistem pengawasan di tembok tersebut menjadi "tidak berguna," menurut laporan The New York Times.
Israel tidak bisa melihat apa yang terjadi di sekitar tembok tersebut, yang ternyata tidak sekuat yang mereka kira. Hamas menggunakan bahan peledak dan bulldozer untuk menciptakan hampir 30 celah di tembok tersebut, memungkinkan sekira 1.500 pejuang Hamas untuk melewati pertahanan Israel.
Kegagalan operasional yang dialami Israel mengakibatkan para komandan senior mereka berkumpul di satu pangkalan di wilayah tersebut. Pangkalan ini kemudian diserbu oleh para militan dalam serangan kilat.
Dengan sebagian besar pemimpin Israel terbunuh atau ditawan, respons Israel terhadap situasi darurat menjadi tidak terorganisir dan lambat, sesuai dengan apa yang diberitakan oleh sumber-sumber.