“Eyang Djojodigdo dikabarkan pernah wafat sehari tiga kali, tapi setiap akan dikuburkan pada saat jasadnya menyentuh tanah maka akan hidup lagi dan langsung bangkit,” ujar Lasiman, usia 70 tahun, juru kunci makam, beberapa waktu lalu.
“Beliau meninggal karena Ilmu Pancasona yang diambil dari sang guru yang memberikan ilmu tersebut. Guru beliau bernama Kiai Imam Sujono atau Eyang Jugo yang meninggal di usia 84 tahun karena sudah tua,” lanjut Lasiman.
Supaya tidak bisa hidup lagi maka ketika Djojodigdo meninggal jasadnya digantung yang sebelumnya dimasukkan di dalam peti besi dan dikasih tiang penyangga sebanyak 4 buah yang terbuat dari besi sehingga masyarakat Blitar menyebutnya dengan makam gantung. Makam tersebut terlatak di Jalan Melati Blitar, Jawa Timur, sekitar satu kilometer dari Makam Presiden Soekarno.
Wallahu A'lam Bishawab.
(Fahmi Firdaus )