NEW YORK – Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden telah menerima peringatan keras dari diplomat Amerika di negara Arab bahwa dukungan kuatnya terhadap kampanye militer Israel yang destruktif dan mematikan di Gaza akan membuat AS kehilangan masyarakat Arab selama satu generasi.
Menurut kabel diplomatik yang diperoleh CNN, informasi intelijen itu menggarisbawahi keprihatinan mendalam di kalangan pejabat Amerika mengenai meningkatnya kemarahan terhadap AS yang meletus segera setelah Israel melancarkan operasinya melawan Hamas. Serangan ini menyusul serangan kelompok militan tersebut di Israel pada 7 Oktober yang menewaskan lebih dari 1.400 warga Israel.
“Kami mengalami kekalahan telak dalam bidang pengiriman pesan,” demikian bunyi kabel dari Kedutaan Besar AS di Oman pada Rabu (8/11/2023), mengutip percakapan dengan berbagai kontak yang tepercaya.
Kawat tersebut memperingatkan, dukungan kuat AS terhadap tindakan Israel terlihat sebagai kesalahan material dan moral atas apa yang mereka anggap sebagai kejahatan perang.
Surat kawat dari kedutaan tersebut ditulis oleh pejabat tertinggi kedua AS di Muscat dan dikirimkan ke beberapa pihak. Antara lain, Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, CIA, dan Biro Investigasi Federal (FBI). Meskipun hanya satu kabel dari kedutaan regional, namun ini memberikan gambaran pribadi tentang kekhawatiran atas meningkatnya gelombang anti-AS yang melanda Timur Tengah.
Kabel lain yang diperoleh CNN dari kedutaan Amerika di Kairo menyampaikan kembali ke Washington komentar di surat kabar Mesir yang dikelola pemerintah bahwa kekejaman dan pengabaian Presiden Biden terhadap orang-orang Palestina melebihi semua Presiden AS sebelumnya.
CNN telah menghubungi Departemen Luar Negeri untuk memberikan komentar.
Biden mendapat tekanan yang semakin besar di dalam dan luar negeri atas dukungan AS terhadap Israel di tengah gambaran kehancuran di Gaza dan krisis kemanusiaan yang mengerikan di wilayah tersebut. Meskipun pemerintah menolak seruan untuk melakukan gencatan senjata, para pejabat telah berupaya untuk meningkatkan bantuan yang masuk ke Gaza dan mendorong jeda kemanusiaan untuk memungkinkan lebih banyak bantuan mengalir ke wilayah tersebut dan memungkinkan warga sipil untuk melarikan diri dari pertempuran.
Dalam beberapa hari terakhir, sekutu AS di dunia Arab telah menunjukkan kemarahan mereka yang mendalam terhadap krisis kemanusiaan di Gaza.
Akhir pekan lalu, Menteri Luar Negeri Antony Blinken menghadiri pertemuan puncak yang diadakan oleh menteri luar negeri Yordania yang dihadiri oleh para diplomat terkemuka dari Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi, serta sekretaris jenderal Organisasi Pembebasan Palestina.
Pada pertemuan puncak tersebut, para pemimpin Arab menyerukan gencatan senjata segera di Gaza, sementara Blinken menegaskan kembali penolakan AS, dengan alasan bahwa hal itu akan memberi Hamas waktu untuk berkumpul kembali dan melancarkan serangan lain terhadap Israel.
Gedung Putih mengatakan pada Kamis (9/11/2023) bahwa Israel telah setuju untuk melanjutkan operasi militer selama empat jam setiap hari di wilayah Gaza Utara.
Blinken pada prinsipnya memiliki kesepakatan mengenai jeda tersebut setelah pertemuannya di Israel pekan lalu, meskipun Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu menentang gagasan jeda kemanusiaan pada Jumat (10/11/2023).
Netanyahu dinilai hanya bermain-main dengan koalisinya, dan para pejabat mencatat bahwa hal ini serupa dengan ketika pemerintah Israel menentang bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza sebelum memutuskan untuk mengizinkannya.
Meskipun Israel telah menerapkan jeda seperti itu, para pejabat Amerika melihat perjanjian ini sebagai sebuah kemajuan karena Israel menggunakan istilah “jeda,” yang merupakan sesuatu yang AS yakini dapat dikembangkan.
Namun, di dalam pemerintahan, kekhawatiran meningkat atas dukungan AS terhadap Israel.
CNN sebelumnya melaporkan bahwa beberapa pejabat senior secara pribadi mengatakan ada aspek-aspek operasi militer Israel yang tidak dapat mereka pertahankan. Seperti seruan agar AS mendukung gencatan senjata semakin meningkat di kalangan pegawai pemerintah; dan yang lainnya putus asa dengan gencarnya gambaran warga sipil Palestina yang terbunuh oleh serangan udara Israel.
Biden juga dihadapkan pada rasa frustrasi yang semakin meningkat di dalam negeri.
Presiden dihadang oleh seorang pengunjuk rasa yang menyerukan gencatan senjata di acara penggalangan dana swasta minggu lalu. Lalu protes pro-Palestina terjadi setiap hari di dekat kompleks Gedung Putih.
Kemudian pada minggu ini, salah satu pintu masuk di dekat Sayap Barat ditutupi dengan cetakan tangan berwarna merah cerah – yang dimaksudkan untuk meniru darah – dan kata-kata seperti “genosida Joe.”
(Susi Susanti)