Undang-undang kewarganegaraan yang keluar tahun 1982 membuat Rohingya menjadi manusia tanpa negara.
Menurut laporan International Human Rights Clinic di Yale Law School tahun 2015, Rohingya tidak termasuk dalam undang-undang tersebut. Pemerintah Myanmar menganggap imigrasi yang terjadi selama pemerintahan Inggris sebagai ilegal. Rohingya dianggap sebagai penciptaan baru untuk alasan politik.
Berdasarkan alasan inilah Myanmar menolak memberikan kewarganegaraan kepada sebagian besar Rohingya. Penolakan ini menyebabkan banyak orang Buddha di Myanmar menganggap Rohingya sebagai orang Bengali.
Sejak tahun 1970-an, serangkaian tindakan keras terhadap Rohingya di negara bagian Rakhine telah memaksa ratusan ribu orang untuk melarikan diri. Mereka pergi ke Bangladesh, Malaysia, Thailand, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Selama serangan tersebut, para pengungsi sering melaporkan pemerkosaan, penyiksaan, dan pembunuhan oleh pasukan keamanan Myanmar. Pada November 2016, seorang pejabat PBB menuduh pemerintah melakukan "pembersihan etnis” terhadap Rohingya.
Situasi ini telah menyebabkan salah satu krisis pengungsi paling mendesak di dunia. Tidak hanya di Myanmar, Rohingya juga mendapat penolakan dari berbagai negara. Pasalnya, perilaku mereka di negara tempat pengungsian membuat tuan rumah berang. Untuk itu, mereka memilih datang ke Indonesia yang terkenal dengan keramahan masyarakat.
Demikian asal usul Rohingya dan alasan banyak warganya mengungsi.
(Rina Anggraeni)