KOPENHAGEN - Parlemen Denmark telah melarang “perlakuan tidak pantas” terhadap teks-teks agama – dengan rancangan undang-undang yang dikenal luas di negara itu sebagai hukum Al-Quran.
Pelanggar kini menghadapi denda atau hingga dua tahun penjara setelah hasil pemungutan suara 94-77.
BACA JUGA:
Peristiwa ini menyusul serangkaian pembakaran kitab suci Islam yang menyebabkan keributan di negara-negara Muslim.
Denmark dan negara tetangganya Swedia baru-baru ini menyaksikan sejumlah protes jalanan atas insiden tersebut, sehingga meningkatkan kekhawatiran keamanan di Skandinavia.
Selama perdebatan sengit pada Kamis, (7/12/2023) di parlemen Denmark yang beranggotakan 179 orang, Folketing, banyak anggota parlemen oposisi yang menentang RUU tersebut.
“Sejarah akan menilai kita dengan keras atas hal ini, dan dengan alasan yang bagus... Yang menentukan apakah pembatasan kebebasan berpendapat ditentukan oleh kita, atau ditentukan dari luar,” Inger Stojberg, pemimpin Partai Demokrat Denmark, seperti dikutip kantor berita Reuters.
Namun pemerintahan koalisi kanan-tengah yang dipimpin oleh Perdana Menteri Mette Frederiksen berpendapat bahwa mengkritik agama akan tetap sah, karena RUU tersebut hanya akan berdampak kecil.
Pada Agustus lalu, ketika pemerintah mengusulkan perubahan tersebut, para menteri mengatakan mereka ingin mengirimkan sinyal kepada dunia setelah menyaksikan 170 demonstrasi selama beberapa minggu, termasuk pembakaran Alquran di depan kedutaan asing.
Saat itu, badan intelijen PET Denmark memperingatkan bahwa insiden seperti itu telah meningkatkan ancaman teroris.
Swedia juga mengalami serangkaian pembakaran Alquran, dan dinas keamanannya telah memperingatkan situasi keamanan yang memburuk. Pada Juli, kedutaan Swedia di Irak dibakar oleh pengunjuk rasa.
Pemerintah di Stockholm saat ini sedang mempertimbangkan rancangan undang-undang serupa.
Denmark dan Swedia telah menghapuskan undang-undang penodaan agama.
(Rahman Asmardika)