Hindari Perang Saudara, 250.000 Warga Sudan Tinggalkan Tempat Berlindung di al Jazira

Susi Susanti, Jurnalis
Rabu 20 Desember 2023 12:10 WIB
250.000 warga Sudan tinggalkan tempat berlindung di al Jazira demi hindari perang saudara (Foto: AFP)
Share :

SUDAN Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan setidaknya 250.000 orang telah melarikan diri dari pertempuran di negara Sudan yang pernah dianggap sebagai tempat berlindung yang aman bagi mereka yang melarikan diri dari perang saudara.

Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter telah maju ke kota Wad Madani, di negara bagian al Jazira.

Selama berbulan-bulan, baik negara bagian maupun kota telah menampung banyak orang yang mencari keselamatan dari pertempuran di ibu kota.

Seorang warga mengatakan kepada BBC, banyak warga Wad Madani yang meninggalkan kota tanpa punya tujuan lain.

“Banyak orang yang mengembara, tidak ada transportasi, tidak ada yang bisa membawa kami, banyak orang tidak tahu harus pergi ke mana, mereka hanya melarikan diri,” terang hamed Fadol, yang pindah ke Wad Madani dari ibu kota, Khartoum, setelah konflik dimulai.

Karena orang-orang meninggalkan kota selama beberapa hari terakhir, biaya transportasi pun meningkat. Pada Selasa (19/12/2023), tidak ada transportasi yang tersedia sama sekali.

Akibatnya, Fadol berjalan selama tiga jam untuk mencari perlindungan di sebuah desa bernama Marnjan.

Eissa Mussa juga melarikan diri untuk kedua kalinya pada Selasa (19/12/2023). Dia awalnya meninggalkan Khartoum setelah rumahnya di selatan kota dibom beberapa kali.

"Saya naik truk setelah kelelahan dan melarikan diri [Wad Madani] ke negara bagian Blue Nile, saya tidak ingin menunggu seperti terakhir kali ketika saya berada di Khartoum,” terang pria berusia 38 tahun itu.

Penduduk kota mengatakan RSF – yang memerangi tentara – telah menyerang sebuah rumah sakit dan mengambil alih pangkalan militer.

“Kami menguasai Divisi Infanteri Pertama SAF [tentara Sudan] di Wad Madani. Operasi kami termasuk pembebasan kamp cadangan pusat dan jembatan strategis Hantoub dari sisi timur,” ungkap RSF dalam sebuah posting di X, sebelumnya Twitter.

Di tempat lain di media sosial, Ketua RSF Mohamed Hamadan Dagalo, yang lebih dikenal sebagai Hemedti, menuduh para pejuangnya menyerang Wad Madani setelah mengetahui bahwa tentara dan para pemimpin rezim sebelumnya sedang mempersiapkan serangan terhadap Khartoum.

Pada Selasa (19/12/2023) malam, empat hari setelah RSF mulai menyerang Wad Madani, tentara mengeluarkan pernyataan yang mengatakan mereka akan menyelidiki bagaimana pasukannya berhasil kehilangan kendali atas kota tersebut.

Ketika perang pecah pada April lalu, kota ini menggantikan Khartoum sebagai pusat organisasi kemanusiaan internasional.

Banyak dari organisasi nirlaba ini telah keluar dalam beberapa hari terakhir, beberapa di antaranya mengarah ke Sennar dan Gadrif. Namun, pejuang RSF di media sosial kini mengancam akan menyerang kota-kota tersebut juga.

Ada juga spekulasi bahwa RSF mungkin akan menyerang Kosti, sebuah kota di selatan tempat banyak warga Wad Madani mengungsi.

Will Carter, Direktur Dewan Pengungsi Norwegia di Sudan, mengatakan pihaknya masih memiliki staf internasional di sana untuk saat ini. “Banyak organisasi telah pergi, beberapa staf Sudan kami juga harus pergi bersama keluarga mereka. Ini sangat sulit,” terangnya.

Satu-satunya pusat pengobatan kanker di Wad Madani telah ditutup setelah terjadinya pertempuran. Begitu pula semua rumah sakit dan apoteknya. Rumah dan kantor telah dijarah oleh kelompok bersenjata dan warga sipil.

Selama akhir pekan, Departemen Luar Negeri AS meminta RSF untuk menghentikan serangannya terhadap Wad Madani.

Washington mengatakan tindakan kelompok tersebut tidak sejalan dengan tujuan mereka untuk melindungi warga sipil Sudan.

"Saya mendengar cerita mengerikan dari anak-anak dan perempuan tentang perjalanan mengerikan mereka dari Darfur dan Khartoum ke kota Madani. Itu terjadi minggu lalu,” ungkap Direktur Unicef di Sudan Mandeep O'Brien, yang baru-baru ini berada di Wad Madani, kepada program Newsday BBC

"Anda dapat membayangkan sekarang anak-anak dan perempuan yang sama ini terpaksa mengungsi untuk kedua kalinya, dan mungkin untuk ketiga kalinya. Ini sangat emosional, sangat traumatis, terutama untuk anak-anak,” lanjutnya.

Ada juga laporan tentang pertempuran baru di kota Nyala di wilayah Darfur barat Sudan.

RSF dan tentara telah berbagi kekuasaan dengan warga sipil setelah penggulingan mantan orang kuat Omar al-Bashir pada 2019, sebelum melakukan kudeta bersama pada 2021.

Perang antara kedua belah pihak meletus pada April tahun ini menyusul ketidaksepakatan mengenai rencana transisi politik yang didukung secara internasional.

Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari tujuh juta orang mengungsi, meninggalkan Khartoum dalam kehancuran, menyebabkan krisis kemanusiaan dan memicu pembunuhan yang didorong oleh etnis di Darfur.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya