PEKANBARU - Dengan seksama, pria paruh baya itu berupaya mencerna setiap informasi yang disampaikan personel kepolisian berpangkat Bripka terkait Pemilu 2024. Tidak mudah untuk memahami ragam tahapan pemilihan umum yang berbeda dari sebelumnya.
Terlebih lagi, keterbatasan bahasa dan perbedaan budaya menjadi tantangan yang perlu disikapi dengan matang.
Atiam, begitu pria berdarah Suku Akit itu dikenal. Atiam adalah salah satu dari ribuan warga Suku Akit yang turut serta dalam euforia pesta demokrasi 14 Februari 2024. Baginya, ini menjadi yang ke lima kalinya menunaikan hak sebagai warga negara Indonesia.
Suku Akit menjadi suku mayoritas yang mendiami Dusun Hutan Samak, Desa Titi Akar, Kecamatan Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau. Satu dusun di tengah Pulau Rupat dan dikelilingi hutan lebat mangrove.
Suku Akit dikenal sebagai suku yang pemalu. Mereka tidak mudah menerima kehadiran hal baru. Suku Akit juga masih jauh dari kemajuan. Cara hidup mereka masih bertahan pada ajaran nenek moyang dengan mengandalkan alam.
Namun, Atiam dan sebagian besar dari mereka juga mulai menyimpan harapan, agar suara mereka bisa menjadi penentu bagi masa depan bangsa. Meski populasinya tak seberapa, harapan itu jauh lebih besar dari sekedar angka.
Oleh sebab itu, Atiam tak ragu mengajak koleganya untuk mendukung Pemilihan Umum tersebut. Sebagai salah satu sosok sentral yang dituahkan, dia memberikan pemahaman kepada jiran dan kolega bahwa suara mereka yang bermukim di sekitar Sungai Morong itu bisa menjadi warna.
Morong, sungai yang membelah Pulau Rupat menjadi saksi bisu keberadaan Suku Akit yang menurut Julianus Limbeng MSi dalam bukunya berjudul "Suku Akit di Pulau Rupat" bermastautin sejak abad 15. Harmoni sungai yang mengalir pelan itu juga akan menjadi saksi mereka mulai menerima kehidupan dengan lebih baik.
Adalah Bripka Naik Hutabarat, personel Babinkamtibmas Desa Titi Akar, Polsek Rupat Utara, Kabupaten Bengkalis, Riau. Kesabaran dan ketenangan menjadi modal kuat sebagai garda terdepan untuk menciptakan Pemilu Damai.
Tugas penting diemban Bripka Naik untuk memelihara persatuan walau berbeda pilihan. Menyampaikan pesan pesan pemilu di wilayahnya punya tantangan tersendiri, terutama dari sisi budaya, bahasa, dan geografis.
Selain pemalu, sebagian masyarakat Suku Akit juga tinggal di belantara pedalaman. Dari sisi pendidikan, Suku Akit juga terbilang rendah.
"Suku Akit sendiri memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Akit. Mereka suku asli yang sudah sangat lama mendiami Desa Titik Akar jauh sebelum Indonesia merdeka. Misalnya di sini tidak percaya dengan medis. Jika warga Suku Akik sakit, mereka membuat ritual tersendiri yang diketui Bathin atau tokoh adat mereka. Mereka tidak mau berobat di luar dari komunitas mereka," Naik mencontohkan.
Awalnya, Naik mendapat penolakan dari warga karena tidak menguasi Bahasa Akik. Hal ini yang membuat dirinya kesulitan untuk menyampaikan Pemilu Damai. Dia mulai belajar dengan cara mendengar dan bertanya terkait bahasa Suku Akit kepada penduduk. Lambat laun, pria berdarah Batak, Sumatera Utara, ini mampu berkomunikasi dengan bahasa tersebut.
"Sedikit sedikit saya sudah bisa bahasa mereka. Akhirnya saya bisa berbaur dengan mereka, awalnya cukup sulit beradaptasi. Jadi di sanalah saya menyosialisasikan Pemilu ke warga Suku Akit. Untuk Pemilu, mereka paling suka membahasa calon presiden yang mereka harapkan memimpin Indonesia 5 tahun ke depan," cerita Naik yang mulai berdinas di Desa Titik Akar sejak awal 2022 itu.
Selain menyosialisasikan Pemilu, anak buah dari Kapolda Riau Irjen Mohammad Iqbal juga ditugaskan untuk mendistribusikan logistik Pemilu 2024.
Di Desa Titik Akar sendiri memiliki tiga dusun yakni Dusun Hutan Samak, Dusun Sidodadi, dan Dusun Suka Ramai. Untuk mencapai tiga lokasi dilakukan jalur darat dan selat.
Pertama, menggunakan sepeda motor untuk mencapai pelabuhan kecil. Selanjutkan menggunakan perahu melalui Selat Morong yang terhubung dengan Selat Malaka, Malaysia. Jelang pencoblosan, sering turun hujan yang membuat jalan sangat sulit dilalui jika ke tiga dusun itu.