Kisah Muhammad Ali, Petinju Legendaris Dunia saat Menolak Jadi Tentara AS untuk Perang Vietnam

Ludwina Andhara Herawati, Jurnalis
Senin 11 Maret 2024 15:29 WIB
Kisah Muhammad Ali, petinju legendaris dunia saat menolak jadi tentara AS untuk perang Vietnam (Foto: AP)
Share :

NEW YORK - Muhammad Ali adalah seorang petinju profesional dan aktivis sosial asal Amerika Serikat (AS).

Mengutip Britannica, Ali adalah petarung pertama yang berhasil memenangkan kejuaraan kelas berat dunia, dalam tiga kesempatan berbeda. Dia berhasil mempertahankan gelar ini sebanyak 19 kali.

Sang juara bertahan tersebut pernah menolak tugas di militer AS, pada puncak Perang Vietnam pada 28 April 1967.

Bagaimanakah kisahnya? Pada saat Perang Vietnam tengah berkecamuk, ratusan tentara AS tewas, dan orang-orang yang menolak perang melarikan diri ke Kanada.

Menurut Washington Post, Ali tidak berniat untuk melarikan diri ke Kanada, tetapi juga tidak ingin bertugas di Angkatan Darat (AD).

Dua tahun sebelumnya, Ali menjelaskan bahwa hati nuraninya tidak membenarkan dirinya menembak saudara laki-lakinya, orang-orang berkulit gelap, atau orang-orang miskin yang kelaparan di lumpur demi Amerika yang sangat kuat.

Pada saat itu seorang penyiar olahraga terkenal, Howard Cosell, menyerahkan mikrofon kepada Ali dan menanyakan rencananya. Dengan tegas, Cosell meminta Ali untuk memberikan respons, mengingat bahwa tindakannya akan dicatat dalam waktu singkat. Sayangnya Ali menolak memberi komentar.

Perjuangan hidup Ali berlanjut, sebuah perjuangan yang akhirnya dia menangkan, membuat tawaran pengampunan Presiden Trump baru-baru ini hanya sebagai simbol.

Seorang perwira senior menarik Ali ke samping, membawanya ke kantor, dan menegaskan apakah dia menyadari seriusnya tindakannya, seperti yang ditulis dalam otobiografi Ali, "The Greatest: My Own Story."

Ali menyatakan bahwa dia memahami sepenuhnya konsekuensi tindakannya. Setelah itu, dia mengeluarkan pernyataan menolak panggilan untuk bergabung dengan Angkatan Darat Amerika Serikat karena keyakinan dan prinsip agamanya yang dia yakini dengan sungguh-sungguh.

Dalam waktu yang singkat setelah itu, lisensi tinju Ali dicabut, dan dia memasuki masa pengasingan, yang kemudian dianggap sebagai tahun terbaik dalam hidupnya sebagai petinju, menurut otobiografinya.

Pada 20 Juni 1967, Ali dihukum oleh juri Houston karena pelanggaran Undang-Undang Pelatihan dan Pelayanan Militer Universal. Hakim federal, Joe E. Ingraham, menjatuhkan hukuman lima tahun penjara dan denda $10.000 kepada Clay.

Ali meminta agar hukumannya segera dijalankan, daripada menunggu waktu yang lama, sebagai bentuk penghargaannya kepada proses hukum.

Walaupun dilarang bertinju, dia dan tim hukumnya mengajukan banding atas keputusan tersebut, sementara Ali menjadi aktivis anti-perang dan advokat hak asasi manusia, terutama dalam masa perang Vietnam.

Ali menyampaikan pidato di kampus-kampus universitas sebagai pahlawan anti-perang dan hak-hak sipil, menekankan pentingnya keadilan sebagai alternatif bagi masuk penjara atau menjadi tentara. Saat itulah Pendeta Martin Luther King Jr memuji keputusan Ali.

Pada 1970, lisensi tinju Ali dipulihkan. Mereka menyatakan setelah dua pertarungan pemanasan, petinju berusia 29 tahun itu berupaya merebut kembali gelar kelas beratnya dari juara baru, Joe Frazier, dalam pertarungan yang sangat diapresiasi di Madison Square Garden, New York, pada 8 Maret 1971.

Pada tahun 1971, Mahkamah Agung AS memutuskan untuk membatalkan hukuman Ali, sebuah keputusan yang mengejutkan banyak orang. Proses hukum ini sendiri menarik perhatian, hampir seperti menonton pertandingan tinju Ali.

Pada 23 April 1971, para hakim melakukan pertemuan rahasia, dimana mereka memutuskan dengan suara mayoritas 5 berbanding 3 bahwa Ali tidak bersalah dalam menolak wajib militer karena alasan hati nurani, dan memutuskan untuk menggantinya dengan penjara.

Ketua Hakim Warren Burger menugaskan Hakim John Harlan untuk menulis opini mayoritas. Dalam prosesnya, Harlan mulai berpikir ulang setelah membaca buku "The Autobiography of Malcolm X" karya Alex Haley yang menyatakan bahwa Ali benar-benar menentang perang. Ini mendorong Harlan untuk mempertimbangkan kembali kasus tersebut.

Setelah pemeriksaan ulang, Harlan yakin bahwa Ali adalah penentang perang yang sungguh-sungguh, dan Departemen Kehakiman telah salah menafsirkan situasi. Harlan menulis sebuah memo yang merekomendasikan pembatalan hukuman Ali, yang kemudian disetujui oleh hakim lain.

Pada 28 Juni 1971, Mahkamah Agung secara bulat mengumumkan pembatalan hukuman Ali. Ketika Ali mendengar kabar tersebut di Chicago, dia bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada Mahkamah Agung yang menghormati keyakinannya.

(Susi Susanti)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya