SUTAWIJAYA atau yang dikenal sebagai Panembahan Senopati merupakan Raja Mataram Islam pertama. Sutawijaya merupakan seorang pemimpin sekaligus penguasa yang berhasil memadukan antara mistik dan politik Jawa, sebagai pedoman untuk memandu alam pikiran Jawa.
Sutawijaya adalah nak dari Ki Ageng Pamanahan yang diwarisi tanah Mentaok, cikal bakal Mataram oleh Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang.
Perebutan Kerajaan Mataram, Dua Saudara Berperang Selama 1 Tahun
Perjalanan kerajaan Mataram tidak bisa lepas dari garis-garis haluan yang telah diramu dan disusun sedemikian rupa oleh Sutawijaya ini.
Personifikasi dirinya konon merupakan tahapan pemahaman tertinggi, yaitu manggalih yang berarti mengetahui hal-hal yang sifatnya esensial, yang mana dicapai setelah menempuh tahap manah atau membidikkan anak panah batin kepada persoalan-persoalan yang bergemuruh di jantung kehidupan, pusat lingkaran yang dikenal sebagai jangka (waktu). Konsep inilah yang juga dikenal dengan jangka jangkaning zaman.
Kisah lain konon muncul mengenai perjalanan hidup Panembahan Senopati dikutip dari "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II", saat Sutawijaya memasuki usai muda. Saat itu Sutawijaya dihadapkan dalam skandal besar terhadap Sultan Hadiwijaya, yang telah menganggapnya sebagai anak angkatnya.
BACA JUGA:
Namun oleh Sultan Pajang itu, Sutawijaya dimaafkan. Skandal berat yang dilakukan Sutawijaya adalah dirinya yang telah meniduri gadis selirnya Sultan Pajang. Seperti dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi bahwa setelah hidup di Mataram, Sutawijaya telah mencintai 'gadis simpanannya' Sultan Hadiwijaya.
Gadis ini konon merupakan seorang tahanan dari Kampung Kalinyamat, Jepara. Ketika menjadi tahanan, gadis itu masih bocah, sehingga ia dititipkan oleh Sultan Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan untuk diasuh. Kelak ketika sudah besar, gadis itu akan dinikahi oleh Sultan Hadiwijaya.
Tetapi ketika sudah dewasa, gadis itu justru dicintai oleh Sutawijaya, anak laki-laki Ki Pamanahan. Ini jelas skandal besar. Calon istri Sultan didahului oleh pemuda yang ayah kandungnya justru diamanahi untuk menjaga dan merawatnya.
Ki Ageng Pamanahan yang mendapati fakta itu akhirnya pasrah dan menganggap dirinya gagal mendidik anak kandungnya, sekaligus gagal mengemban amanah dari Sultan Hadiwijaya. Tetapi bagaimana pun Ki Ageng Pamanahan harus tetap mempertanggungjawabkan skandal anaknya kepada Sultan Hadiwijaya.
(Qur'anul Hidayat)