SING, seorang pemuda Tionghoa yang tergabung di Laskar Rakyat turut berjuang saat terjadinya gejolak revolusi kemerdekaan 1945-1949. Nyawanya ikut melayang saat Belanda menggempur Palembang, Sumatera Selatan dalam peristiwa “Perang Kota 120 Jam”, pada1 Januari 1947.
Pada sebuah malam di hari pertama tahun baru 1947, Belanda masuk ke Kota Palembang dan disambut dengan perlawanan sengit pasukan republik.
Di Kota Palembang kala itu, terdapat pasukan dari Resimen XV Tentara Republik Indonesia (TRI, kini TNI) pimpinan Mayor Zurbi Bustan, Kapten Makmun Murod, Kapten Musannif Ryacudu (ayah Jenderal Ryamizard Ryacudu), serta Lettu Asnawi Mangkualam.
Dikutip dari buku ‘Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran: Sejak Nusantara sampai Indonesia’, Lettu Asnawi sendiri mengomandoi sebuah regu laskar rakyat yang salah satunya terdapat seorang pemuda keturunan Tionghoa bernama Sing.
Lettu Asnawi mengisahkan bahwa pemuda Sing tak kalah bergelora hatinya meski gempuran Belanda gencar mengarah ke mana-mana. Dengan semangat menyala Sing membawa sepucuk senapan Lee Enfield buatan Inggris untuk menyerbu ke Gedung BPM.
Di tengah-tengah pertempuran saat sedang mengisi ulang peluru di senapannya, tiba-tiba tubuh Sing beberapa kali tertembus peluru Belanda.
“Pak As (Asnawi), saya kena!,” seru Sing saat tumbang akibat terhujam timah panas musuh dalam kisah yang juga tertuang dalam buku ‘Perang Kota 120 Jam Rakyat Palembang’.