RWANDA - Presiden Rwanda Paul Kagame telah dilantik untuk masa jabatan keempat secara berturut-turut setelah menang telak dalam pemilihan umum (pemilu) pada bulan lalu dengan perolehan lebih dari 99 persen suara. Banyak kepala negara dan pejabat tinggi lainnya dari negara-negara Afrika menghadiri upacara pelantikan tersebut.
Pelantikan dilakukan pada Minggu (11/8/2024) di stadion berkapasitas 45.000 tempat duduk di Kigali, tempat orang banyak mulai berkumpul sejak pagi.
Kagame diambil sumpah jabatannya di hadapan Ketua Mahkamah Agung Faustin Ntezilyayo, dengan janji untuk menjaga perdamaian dan kedaulatan nasional, serta memperkokoh persatuan nasional.
Hasil pemilihan umum pada tanggal 15 Juli tidak pernah diragukan bagi Kagame, yang telah memerintah negara kecil di Afrika tersebut sejak genosida tahun 1994, pertama sebagai pemimpin de facto dan kemudian sebagai presiden.
Menurut Komisi Pemilihan Umum Nasional, ia memenangkan 99 persen suara,18 persen suara yang diberikan untuk mengamankan kekuasaan selama lima tahun lagi.
Aktivis hak asasi manusia (HAM) mengatakan kemenangan gemilang pria berusia 66 tahun itu merupakan pengingat nyata akan kurangnya demokrasi di Rwanda.
Hanya dua kandidat yang diberi wewenang untuk maju melawannya dari delapan pelamar dengan beberapa kritikus terkemuka Kagame dilarang.
Pemimpin Partai Hijau Demokrat Frank Habineza menduduki posisi kedua dengan 0,5 persen suara melawan 0,32 persen untuk kandidat independen Philippe Mpayimana.
Kagame dianggap berjasa membangun kembali negara yang hancur setelah genosida ketika anggota mayoritas Hutu melancarkan serangan selama 100 hari yang menargetkan minoritas Tutsi, menewaskan sekitar 800.000 orang, terutama Tutsi tetapi juga Hutu moderat.
Namun aktivis hak asasi manusia dan penentang mengatakan Kagame berkuasa dalam iklim ketakutan, menghancurkan setiap perbedaan pendapat dengan intimidasi, penahanan sewenang-wenang, pembunuhan, dan penghilangan paksa.
Kigali juga dituduh memicu ketidakstabilan di bagian timur negara tetangganya yang jauh lebih besar, Republik Demokratik Kongo (DRC).
(Susi Susanti)