Baleg juga lebih memilih menggunakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengubah syarat usia calon dari sebelumnya dihitung dalam Peraturan KPU (PKPU) saat penetapan pasangan calon, menjadi dihitung saat pelantikan calon terpilih. Putusan Baleg dianggap mencederai demokrasi karena bertentangan dengan konstitusi di mana putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Ini (putusan Baleg) merupakan penurunan kualitas demokrasi. Beberapa pihak khawatir bahwa perubahan dalam RUU bisa berdampak negatif pada kualitas demokrasi lokal, dengan membuat pemilihan kurang representatif atau lebih rentan terhadap manipulasi politik," terang Didi.
Anggota Komisi XI itu pun menilai perubahan yang tiba-tiba dalam aturan pemilihan dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan administrasi. Bila RUU Pilkada jadi disahkan, Didi khawatir akan terjadi berbagai persoalan hukum lainnya di waktu mendatang.
“Bisa mengganggu pelaksanaan pemilihan dan menyebabkan sengketa hukum. Juga dapat dinilai cacat demokrasi," ucap legislator dari Dapil Jawa Barat X tersebut.
Revisi UU Pilkada hasil Baleg kemarin sempat akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan menjadi UU. Namun setelah ada penundaan Rapat Paripurna dan setelah memperhatikan aspirasi masyarakat luas, DPR memutuskan membatalkan melakukan revisi UU Pilkada dan mengikuti putusan MK.
"Demi kepentingan rakyat tidak ada istilah terlambat. DPR telah membatalkan pengesahan RUU Pilkada," tutup Didi.
(Qur'anul Hidayat)