JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengaku terus memonitor gempa bumi dan peringatan dini tsunami sejak terjadinya gempa dan tsunami Aceh di 2004 lalu.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengungkapkan sejak 2006, pihaknya mulai membangun sistem monitoring gempa bumi dan peringatan dini tsunami untuk mengantisipasi terjadinya gempa Megathrust dan tsunami seperti di Banda Aceh.
"Jadi caranya terus melakukan monitoring. Seperti saat ini, BMKG terus memonitor gempa-gempa yang terjadi di megathrust tadi, mulai dari yang kekuatannya lemah kurang yaitu dari 5 sampai yang kekuatannya katakanlah sampai 7 gitu ya," jelasnya dalam acara One On One bertema "Gempa Megahrust Terdeteksi, Tak Bisa Diprediksi" yang disaksikan melalui kanal Youtube SINDOnews, Sabtu (24/8/2024).
Namun demikian diakui Dwikorita bahwa hingga kini belum ada pakar yang berhasil memprediksi kapan megahtrust ini bakal terjadi. Menurunya, karena hal ini sulit diprediksi, maka Indonesia harus memitigasi dan bersiap-siap seandainya megathrust ini terjadi.
Dwikorita bilang, oleh karenanya penting bagi masyarakat untuk dilatih agar siap siaga apabila terjadi tsunami. Misalnya sudah disusun peta-peta rawan tsunami, disusun peta-peta rawan gempa bumi dimana ada zona merah dan zona aman dalam peta tersebut yang berguna selain untuk peta evakuasi juga yang penting yaitu tata ruang.
"Jadi pemerintah daerah dengan adanya peta-peta bahaya diminta apa diingatkan untuk menyusun tata ruang yang yang aman bencana. Jadi hindari zona merah, membangun jangan pas di bibir pantai ya. Kalau ada apa-apa kan ini kalau terpaksa harus di pantai bangunannya harus tahan gempa," tegasnya.
"Jadi ada building code mencapai kekuatan gempa kalau di Jawa ini bisa mencapai 8,7, jadi harus dibangun sekuat itu agar tidak roboh bahkan bisa untuk shelter untuk evakuasi sementara tsunami," pungkas Dwikorita.
(Awaludin)