Pada akhirnya, Dede menyebut, rasa hormat dan menghargai siswa kepada guru jadi semakin berkurang. Dengan kurangnya rasa hormat kepada guru itu, murid menjadi tidak takut melakukan hal-hal di luar batas, termasuk melakukan aksi bullying kepada temannya.
“Murid menganggap guru hanya perangkat sekolah yang sudah digaji dari uang bayaran mereka sehingga kurang dihargai," sebut Dede.
Oleh karena itu, Dede kembali mendorong agar pendidikan karakter siswa ditingkatkan yang salah satunya melalui kegiatan ekstrakulikuler. Selain itu, ia juga mengusulkan agar kegiatan murid di luar ruangan diperbanyak sehingga fungsi motorik atau energi anak lebih maksimal dicurahkan untuk hal positif.
"Ya pendidikan karakter ini dilakukan secara kolaborasi antara orang tua, guru dan pihak sekolah,” tukasnya.
“Pihak sekolah bisa menghidupkan kembali ekskul seperti Pramuka, tapi Pramuka harus ada kegiatan di luar ruangannya bukan hanya soal baju, intinya dimaksimalkan aktivitas luar ruangan agar dapat membentuk pendidikan karakter yang baik," imbuh Dede.
Dede juga menilai Pemerintah dapat memaksimalkan program untuk anak sekolah di luar pembelajaran reguler siswa, terutama bagi siswa usia remaja karena selain agar siswa bisa menyalurkan energi untuk hal positif, hal tersebut juga dapat memaksimalkan peran generasi muda.
"Negara terus konsen bahwa anak membutuhkan pelampiasan energi besar mereka melalui aktivitas positif di luar ruangan, ketika tidak ada aktivitas mereka larinya nongkrong dan menimbulkan tindakan bullying," sebut mantan Wakil Wagub Jawa Barat itu.
Dede mengingatkan, ada banyak anggaran pendidikan yang tersebar di berbagai kementerian khususnya dalam hal pembinaan bagi generasi muda. Tak hanya di Kemendikbud, tapi juga ada di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen-PPA), serta Kementerian Agama.
“Yang saya liat, akhirnya anggaran-anggaran apapun yang dimiliki semua kementerian sifatnya hanya membuat festival-festival internal ataupun sekadar glorifikasi dari kementerian itu sendiri. Padahal yang kita butuh itu adalah spending budget itu untuk masyarakat,” terang Dede.
Pimpinan Komisi di DPR yang membidangi urusan pendidikan dan kepemudaan itu menilai aktivitas atau event kepemudaan untuk siswa diperlukan. Menurut Dede, saat ini aktivitas bagi generasi muda seperti turnemen antar-sekolah jarang sekali ada.
"Aktivitas seperti turnamen antar sekolah dulu kan sering ya. Kompetisi itu kan tidak harus melulu untuk atlet berprestasi, bisa dilakukan antar-sekolah. Kita bisa manfaatkan anggaran yang dimiliki kementerian, jadi jangan hanya sekadar membuat festival internal, " ungkapnya.
Menurut Dede, fokus pada pembinaan anak sekolah di luar kelas harus semakin diperbanyak. Harapannya anak dapat menyalurkan energi dan waktu bebas mereka ke hal positif, bahkan juga bisa mengembangkan bakat dan prestasi. “Nah kalau kita mau fokus kepada pembinaan maka aktivitas pemuda ini harus makin banyak aktivitas pada hal positif kayak pertandingan olahraga, kompetisi skill, dan pentas seni (pensi) seperti dulu,” kata Dede.
“Jadinya mereka main di lapangan, studio musik penuh. Dan anak akan fokus pada pencarian jati dirinya kepada aktivitas positif. Sekarang kan jarang, akhirnya larinya kepada online,” sambungnya.
(Fakhrizal Fakhri )