LANGKAT - Penanganan kawasan mangrove menghadapi beberapa masalah penting yang perlu diatasi, agar ekosistem dapat dilestarikan dengan baik. Kini, banyak konversi lahan mangrove untuk pembangunan, seperti untuk perumahan, industri, atau perkebunan, hal itu menjadi salah satu penyebab utama hilangnya ekosistem mangrove.
Hal itu pun dikatakan oleh Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) Penghijauan Maju Bersama, Kasto Wahyudi (46) kepada wartawan di Desa Pasar Rawa, Kecamatan Gebang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
"Dulu itu hutannya (mangrove) rusak karena ditebangi oleh masyarakat, dibuat jadi bahan baku arang. Hutannya sudah rusak sekali, kejadian di tahun 2004,” kata Wahyudi dikutip Rabu (4/12/2024).
Menurut Wahyudi, masyarakat setempat selalu gagal saat membudidaya ikan, kepiting dan udang di tambak. Alasannya biota itu tak mampu bertahan di perairan tersebut, karena hutan mangrove yang berfungsi sebagai penyerap kandungan racun berkurang drastis.
“Masyarakat waktu itu bertambak di sini sudah gagal semua, karena dulu kami nggak tahu ternyata hutan yang hancur itu membuat biota tidak bisa berkembang,” ucap Wahyudi.
Lantaran hutan seluas 178 hektar itu semakin menipis, warga setempat kemudian menanam mangrove kembali secara bertahap sejak 2005. Namun tujuan menanam mangrove bukan dijadikan sebagai habitat ikan, tapi untuk ditebang kembali sebagai bahan arang.
“Saya cerita apa adanya saja, niatnya dulu memang dulu mau ditebang pilih, karena kami tidak tahu ini programnya untuk apa, dan dulu di sini pemanfaatan mangrove sebagai arang, termasuk saya juga bandar arangnya tempo hari,” bebernya.
Namun setelah mangrove tumbuh besar pada 2015, ekosistem di perairan payau tersebut perlahan pulih. Warga mulai menyadari bahwa mangrove berperan penting sebagai habitat ikan, mencegah intrusi air dan abrasi, penyerap karbondioksida serta lainnya.