Selain keamanan, ketegangan ekonomi juga muncul. Krisis keuangan Pakistan yang sedang berlangsung telah menimbulkan kekhawatiran tentang kemampuannya untuk membayar kembali pinjaman China di bawah CPEC.
Beijing, yang menghadapi tantangan ekonominya sendiri pascapandemi Covid-19, tampaknya enggan memberikan dana talangan tanpa syarat. Hal ini telah menyebabkan dinamika yang lebih transaksional dalam hubungan kedua negara, menggantikan persahabatan sebelumnya dengan pragmatisme.
Balochistan tetap menjadi titik api dalam hubungan Pakistan-China. Meski kawasan tersebut penting bagi CPEC, tantangan sosial-politiknya—mulai dari pemberontakan separatis hingga ketidakpuasan lokal—menimbulkan rintangan signifikan.
Ketidakmampuan Pakistan untuk mengatasi masalah-masalah ini telah merusak kredibilitasnya sebagai mitra, sehingga membuat Beijing frustrasi.
Meningkatnya minat China untuk menyeimbangkan kemitraan regionalnya juga berkontribusi pada dinamika yang berkembang. Walau Pakistan tetap penting, China telah menjajaki hubungan yang lebih erat dengan India, khususnya dalam perdagangan dan teknologi.
Pergeseran tren ini, meski tidak terlalu signifikan, dapat menandakan kalibrasi ulang strategi Asia Selatan China, yang semakin memperumit hubungannya dengan Pakistan.
Di sisi lain, menghadapi tekanan yang meningkat, Pakistan telah mengambil langkah-langkah untuk meyakinkan Beijing. Pemerintah Pakistan telah menjanjikan peningkatan langkah-langkah keamanan, termasuk membentuk pasukan keamanan khusus yang didedikasikan untuk melindungi proyek-proyek CPEC.
Namun, tantangan sistemik seperti ketidakstabilan politik, kendala ekonomi, dan pemberontakan yang terus-menerus membatasi kemampuan Islamabad untuk mewujudkannya.