Bila merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), Undang-Undang Nomor Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian, serta sumpah Tribrata bagi setiap anggota Polri, kata Selly, seharunya kekerasan terhadap anak tidak terjadi.
“Dengan profesinya sebagai penegak hukum. Saya rasa hukuman seumur hidup saja belum cukup. Sederhananya, bagaimana bisa penegak hukum malah menjadi pelanggar, bahkan pelaku,” tuturnya.
Tindak kekerasan terhadap anak masih tinggi berdasarkan data Kemen PPA hingga 14 Maret. Dari 5.118 kasus terhadap sepanjang 2025, 2.163 di antaranya atau 42 persen merupakan kekerasan seksual.
Kondisi tersebut menandakan kian jauh dari visi Presiden Prabowo melalui Asta Cita-nya. Mengingat, kekerasan anak bisa menjadi hantu untuk menciptakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas di masa mendatang.
“Jadi saya pikir kita jangan pernah mimpi menciptakan generasi emas. Kalo supermasi hukum aja masih belum tercipta di institusi penegak hukumnya,” katanya.
(Arief Setyadi )