Di sisi lain, sistematis dan banyaknya yang terlibat dari unsur pimpinan sampai bawahan dalam kasus suap dan gratifikasi tersebut secara langsung menunjukkan wujud nyata adanya mafia peradilan.
"Inilah wujud nyata mafia peradilan mutakhir dengan jumlah yang sangat mencengangkan para hakim mendapatkan 100 kali lipat dari penghasilannya," bebernya.
Karena itu pula, Abdul Fickar menyatakan pesimistis kejahatan para hakim tersebut dapat ditumpas. Sebab masalahnya adalah kejahatan mereka masuk kategori sistematis dan bersifat struktural.
"Sulit membenahinya ini sudah bersifat struktural dari atas ke bawah. Kelakuannya seperti itu. Sudah mendarah daging bahwa setiap memutuskan harus ada suapnya," katanya.
Menurut Abdul Fickar, bukan hanya putusan tilang yang menetapkan denda. Putusan pidana pun ada 'dendanya' yang masuk ke kantong pribadi. Oleh sebab itu, ia menyarankan Mahkamah Agung memberhentikan semua hakim dan merekrut hakim baru dan juga hakim adhoc.
"Harus membuat aturan komposisi majelis antara hakim karier dan hakim adhoc. Tapi susahnya dalam kenyataannya hakim ad hoc pun ikut terima suap," sesalnya.