Kakawin Pararaton menjelaskan bagaimana mahapatih pengganti Mpu Nambi yang bernama Dyah Halayuda dianggap gagal menjalankan tugasnya dan bertanggung jawab atas munculnya pemberontakan yang terus bermunculan, sampai mengancam jiwa Jayanagara.
Bahkan Prasasti Sidateka mengemukakan Dyah Halayuda akhirnya diturunkan dari jabatannya sebagai Mahapatih Majapahit, setelah empat sampai lima tahun dari peristiwa pemberontakan Kuti terjadi. Konon dipecatnya jabatan Dyah Halayuda dari Mahapatih Majapahit tak lepas dari ketidakberhasilannya menyetabilkan kondisi internal di Kerajaan Majapahit.
Dyah Halayuda dianggap sebagai pembuat fitnah dan kerusakan politik Majapahit sehingga selain hukuman pemecatan, Dyah Halayuda juga dihukum oleh Jayanagara. Perseteruan antar wangsa kuat di Kerajaan Majapahit memang paling menyita perhatian Raja Jayanagara, karena Wangsa Rajasa yang merupakan saingan politiknya tetap mampu bertahan meskipun banyak pendukungnya sudah berguguran.