Mantan Dubes RI untuk Mesir, Helmy Fauzy mengatakan, ketegasan dalam diplomasi juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Ia pun mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto membawa Indonesia ke BRICS sebagai bentuk sikap strategis dalam geopolitik Asia Pasifik yang semakin memanas, menyusul pergeseran kekuatan militer AS ke kawasan ini.
“Sikap kita kini tegas. Beda dengan era sebelumnya yang masih gamang,” ujarnya saat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.
Sementara menurut pemerhati intelijen dan keamanan nasional, Stepi Anriani, peperangan modern bersifat multidomain, presisi, dan simultan. Ia pun menyarankan agar Komcad dilatih secara lebih spesifik, seperti menjadi milisi laut yang mampu menjaga wilayah kepulauan dan perbatasan Indonesia, meniru strategi pertahanan rakyat China.
“Mereka bahkan melatih nelayan jadi bagian dari sistem pertahanan. Kita harus bisa berpikir sepraktis itu,” katanya.
Namun, ekonom Drajad Wibowo mengkritisi kesiapan fiskal Indonesia yang menurutnya belum mampu menopang penguatan alutsista dan pertahanan. Ia menyarankan optimalisasi pendapatan negara melalui intelijen fiskal, termasuk penagihan tunggakan pajak dan pengawasan transfer pricing.
“Kinerja penerimaan negara semester pertama 2025 justru turun dari Rp1.458 triliun ke Rp1.451 triliun. Kalau penerimaan tidak cukup, bagaimana bisa kita beli alutsista, apalagi memperkuat pertahanan?” katanya.