Dengan demikian, pengalaman mistis ini seolah menjadi legitimasi spiritual sekaligus dukungan gaib bagi perjuangan Diponegoro. Proses tersebut semakin diperkuat oleh mimpi Diponegoro menjelang pecahnya Perang Jawa pada 16 Mei 1825, ketika ia menggambarkan pertemuannya dengan delapan wali wudhar, yakni wali yang memangku dakwah spiritual sekaligus kekuasaan temporal.
(Awaludin)