JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Hendarto (HD), pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS), terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan kasus ini bermula dari pertemuan Hendarto dengan Direktur Pelaksana I LPEI, Dwi Wahyudi (DW), serta Kadiv Pembiayaan I, Kukuh Wirawan (KW), guna memuluskan pengajuan kredit bagi perusahaannya.
“Bahwa dalam pemberian fasilitas pembiayaan kepada PT SMJL diketahui adanya niat jahat (mens rea) baik dari pihak debitur maupun dari pihak kreditur,” kata Asep, Jumat (29/8/2025).
Fasilitas Kredit Jumbo
Dari lobi tersebut, dua perusahaan Hendarto mendapatkan fasilitas Kredit Investasi Ekspor (KIE) dan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) dengan nilai fantastis:
PT SMJL mendapat dua kali fasilitas KIE senilai total Rp950 miliar (2014–2015) untuk refinancing kebun sawit 13.075 hektare di Kapuas, Kalimantan Tengah.
PT SMJL juga memperoleh KMKE senilai Rp115 miliar untuk refinancing kebun sawit.
PT MAS menerima pembiayaan USD50 juta (sekitar Rp670 miliar) pada April 2015 untuk sektor tambang.
Namun, agunan kredit PT SMJL bermasalah karena lahan sawit yang dijaminkan berada di kawasan hutan lindung dan konservasi. Izin perkebunan pun telah dicabut sehingga tidak mungkin mendapat hak guna usaha.
Sementara untuk PT MAS, KPK menemukan proyeksi keuangan justru menunjukkan kerugian dan berpotensi gagal bayar karena jatuhnya harga komoditas tambang saat itu.
Uang Dipakai untuk Judi hingga Beli Aset Pribadi
Alih-alih dipakai untuk operasional, mayoritas dana kredit justru dinikmati pribadi Hendarto. KPK menemukan, dari Rp950 miliar pinjaman, hanya sekitar Rp17 miliar (3,01%) benar-benar digunakan untuk kebutuhan perusahaan.
Begitu pula pembiayaan PT MAS senilai USD50 juta, di mana hanya sekitar USD8,2 juta (16,4%) dialokasikan untuk kebutuhan usaha. Sisanya dipakai Hendarto untuk membeli aset, kendaraan mewah, biaya keluarga, hingga bermain judi.
“Ini menunjukkan penyalahgunaan dana pembiayaan yang sangat besar,” tegas Asep.
Atas perbuatannya, Hendarto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU No 20/2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Awaludin)