Fraksi Golkar DPR Minta Sistem Royalti Tak Mempersulit dan Rugikan Pencipta Lagu

Muhammad Refi Sandi, Jurnalis
Kamis 25 September 2025 01:27 WIB
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji/Foto: Istimewa
Share :

JAKARTA – Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji menegaskan komitmen partai berlambang beringin untuk mengawal aspirasi para pencipta lagu. Ia menilai tata kelola royalti tidak boleh berbelit-belit sehingga merugikan pencipta.

Hal itu disampaikan usai beraudiensi dengan Ketua Umum Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI), Satriyo Yudi Wahono (Piyu). Keduanya sepakat bahwa sistem royalti lagu di Indonesia perlu segera diperbaiki agar lebih transparan, berkeadilan, dan mudah diakses. Adapun audiensi digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (24/9/2025).

“Sistemnya jangan sampai mempersulit. Kalau sistemnya rumit, dunia usaha kesulitan membayar, dan akhirnya pencipta lagu tidak mendapatkan haknya,” ucap Sarmuji.

Sarmuji menambahkan, dukungan Fraksi Golkar berpijak pada semangat menghadirkan sistem yang adil dan memudahkan semua pihak. Ia menyadari perlunya perbaikan, terutama soal keadilan hingga transparansi.

“Pada prinsipnya, kami mendukung apa yang menjadi aspirasi atau tuntutan para pencipta lagu. Sistemnya memang perlu diperbaiki, dan sistem itu harus transparan, berkeadilan, serta memudahkan semua pihak—tidak hanya bagi para pencipta lagu, tetapi juga bagi dunia usaha," ujarnya.

"Memudahkan ini maksudnya, misalnya, dunia usaha—pertunjukan, kafe, restoran, hotel, dan lain-lain—mudah meminta izin untuk menggunakan lagu dari pencipta lagu,” tambahnya.

 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Golkar itu juga menekankan pentingnya keseimbangan agar keberadaan aturan tidak menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha.

“Kami ingin agar dunia usaha tidak merasa terbebani. Justru sistem yang sederhana dan jelas akan membuat mereka lebih taat sekaligus memastikan pencipta lagu mendapatkan haknya,” jelasnya.

Sementara itu, Piyu, yang juga gitaris grup musik Padi Reborn, menyampaikan perlunya revisi Undang-Undang Hak Cipta agar perlindungan hukum bagi pencipta musik lebih nyata. Ia menekankan bahwa royalti konser seharusnya dibayarkan sebelum acara dimulai.

“Tanpa lagu, tidak ada konser. Royalti bukan sekadar beban promotor, tapi tanggung jawab bersama artis, manajemen, dan penyelenggara untuk memastikan hak ekonomi pencipta terpenuhi,” ujar Piyu.

Piyu mewakili AKSI menawarkan skema Hybrid System, yakni kombinasi blanket license (untuk media penyiaran, kafe, hotel) dengan direct license (untuk konser). Menurutnya, pola ini sudah lazim diterapkan secara internasional dan lebih adil bagi pencipta musik.

“Soal tarif, AKSI menilai skema 2 persen dari penjualan tiket selama ini tidak efektif. Kami mengusulkan alternatif, yakni 10 persen dari honorarium artis (pro rata per lagu) atau 2 persen dari median harga tiket dikalikan kapasitas venue (pro rata per lagu). Untuk acara non-tiket seperti pernikahan, opsi tarif yang diusulkan adalah 10 persen dari honorarium artis atau band,” jelasnya.

Selain tarif, Piyu juga menekankan pentingnya aturan jelas terkait hak moral pencipta, digitalisasi sistem penarikan royalti berbasis langganan, serta pengawasan terhadap pembajakan digital dan penggunaan kecerdasan buatan (AI).

“Negara wajib memberi perlindungan nyata, bukan sekadar retorika. Kreativitas harus berjalan seiring kepastian hukum,” ungkapnya.
 

(Fetra Hariandja)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita News lainnya