JAKARTA - Sidang gugatan terkait ijazah SMA Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (27/10/2025). Sidang kali ini beragendakan pembacaan penetapan sidang.
Namun, dalam sidang tersebut, baik kubu Gibran selaku tergugat I maupun Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai tergugat II tidak hadir di ruang persidangan.
“Jadi sidang hari ini, tergugat I dan tergugat II tidak hadir,” kata Subhan, selaku penggugat, seusai persidangan di PN Jakarta Pusat.
Menurut Subhan, majelis hakim menjelaskan bahwa ketidakhadiran para tergugat disebabkan karena penetapan sidang dilakukan melalui e-court.
“Tadi samar-samar katanya e-court, alasannya sudah di e-court,” ujarnya.
Subhan menambahkan, sidang pun ditunda hingga pekan depan. Agenda berikutnya adalah pembacaan gugatan.
“Sidang akan dilanjutkan pada hari Senin, tanggal 3 November, dengan agenda pembacaan gugatan,” jelasnya.
Sebagai informasi, gugatan ini diajukan oleh Subhan, warga negara Indonesia yang mempertanyakan keabsahan ijazah SMA Gibran saat mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Pemilu 2024.
Menurut Subhan, ijazah luar negeri yang dimiliki Gibran tidak memenuhi syarat administratif sebagai cawapres sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Pasal 13 huruf (r).
Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa syarat menjadi peserta Pilpres adalah “berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas atau sederajat”.
Dengan landasan itu, Subhan menilai Gibran tidak memiliki bukti ijazah SMA yang sah sebagaimana dipersyaratkan.
Petitum Gugatan:
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan tergugat I dan tergugat II bersama-sama telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan segala akibatnya.
3. Menyatakan tergugat I tidak sah menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029.
4. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada penggugat serta seluruh warga negara Indonesia sebesar Rp125.000.010.000.000 dan disetorkan ke kas negara.
5. Menyatakan putusan ini dapat dilaksanakan terlebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada upaya hukum banding atau kasasi dari para tergugat.
6. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa (dwangsom) sebesar Rp100.000.000 per hari atas keterlambatan melaksanakan putusan.
7. Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar seluruh biaya perkara.
(Awaludin)