JAKARTA - Sebanyak 875 juta siswa sekolah dasar di Indonesia tinggal di daerah rawan gempa bumi. Sewaktu-waktu keselamatan mereka bisa melayang jika terjadi gempa bumi, karena kualitas bangunan sekolahnya di bawah standar.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkapkan snak-anak di sekolah merupakan komunitas yang sangat rentan terhadap bencana jika sekolah tidak aman.
Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2010, jumlah sekolah Indonesia termasuk empat yang terbanyak di dunia. “Dari 144.507 SD, sebanyak 109.401 sekolah atau 76 persen berada di provinsi dengan risiko gempa tinggi,” ungkapnya di Jakarta.
Untuk SLB, sambung dia, sebanyak 1.147 sekolah dari total 1.455 sekolah atau 79 persen berisiko dilanda gempa tinggi. Sedangkan SMP sebanyak 18.855 sekolah dari total 26.277 sekolah atau 72 persen.
Sementara SMA/SMK sebanyak 7.237 sekolah dari total 10.239 sekolah atau 71 persen yang berada di kawasan dengan risiko kegempaan yang tinggi.
Menurut Sutopo, sejak 2009, PBB telah melakukan kampanye global pengurangan risiko bencana dari sekolah. Indonesia menjadi salah satu negara yang cukup aktif mengkampanyekan ini.
Pada 29 Juli 2010 Kemenko Kesra, BNPB, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Kesehatan, UNESCO, UNDP dan para pemangku kepentingan lainnya turut meluncurkan program kampanye global PBB One Million Safe Schools and Hospital.
“Melalui program ini pemerintah dan para pemangku kepentingan berkomitmen untuk meningkatkan keamanan terhadap bencana untuk 3.156 sekolah dan 105 rumah sakit,” ungkapnya.
Mayoritas bangunan sekolah di Indonesia, menurut Sutopo, belum didesain aman gempa, tsunami, dan gunung meletus. Sehingga kondisi ini menjadi bom waktu yang membahayakan siswa dan seluruh peserta didik.
“Konsep sekolah aman tidak hanya dilihat dari aspek fisik bangunan sekolah yang tahan terhadap bencana, tetapi juga dari kesiapsiagaan murid dan guru dalam menghadapi bencana,” tandasnya.
(Muhammad Saifullah )