SURABAYA - Sebelas orang korban meninggal akibat penyakit difteri ternyata memiliki riwayat imunisasi yang tidak lengkap dan bahkan ada yang tidak pernah diimunisasi.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Penyakit dan Masalah Kesehatan (P2MK) Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur, Ahmad Djaeli, rata-rata korban yang meninggal dunia memiliki riwayat imunisasi yang buruk.
"Ada yang imunisasi DPT (Difteri Pertisisus Tetanus-red) kurang lengkap dan ada pula yang tidak pernah diimunisasi sama sekali," kata Djaeli kepada okezone, Kamis (13/10/2011).
Dan rata-rata korban difteri ini berusia maksimal 15 tahun. Untuk itu, kata Djaeli, imunisasi penting diberikan. Tahap I ketika bayi berusia 2 bulan, Tahap II (4 bulan) dan terakhir ketika berusia 6 bulan.
Selain harus diimunisasi, faktor gizi pun harus diperhatikan dengan baik. Karena difteri ini disebabkan oleh bakteri dan menular melalui udara. Sedangkan untuk penderita difteri dalam stadium parah selain demam tinggi di rongga mulut terlihat ada pseudo atau membran putih. Membran putih ini disebut Bull Neck yang apabila diambil maka akan berdarah.
Dalam kondisi ini harus segera dibawa ke rumah sakit karena bakteri yang menjalar membawa racun. Jika sampai tembus ke jantung maka dapat dipastikan langsung meninggal. Penangannya adalah memberikan ADS (Anti Dief Serum) sebanyak 5 Val.
Sedangkan serum yang diberikan kepada penderita difteri ini bermacam-macam tergantung usia. Untuk usia dibawah 1 tahun diberi Imunisasi DPT, di atas 3 tahun diberi DT (Difteri Tetanus) dan diatas 7 tahun diberi TD (Tetanus Difteri). "Untuk sekali Injeksi semuanya berukuran ukuran 0,5 Cc," jelasnya.
(Rizka Diputra)