Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Nota Lebaran Mahasiswa Muslim Indonesia di Munich

Nota Lebaran Mahasiswa Muslim Indonesia di Munich
Freiman Mosque (kiri, dok. Wikipedia) dan kegiatan muslim Munich (kanan atas-bawah, dok. PM3)
A
A
A

KOTA München (dalam bahasa Inggrisnya, Munich) terletak di negara bagian Bavaria (dalam bahasa inggris, Bayern) – negara bagian Jerman paling selatan yang berbatasan langsung dengan Republik Ceko, Austria, dan Swiss. Di antara masyrakat Jerman, 3,7 persennya merupakan muslim. Dari jumlah itu, 80 persen merupakan imigran, dengan Turki sebagai mayoritas (sumber: www.euroislam.info).
 

München sendiri merupakan kota terbesar ketiga di Jerman. Secara demografi, Islam merupakan agama terbesar kedua setelah Kristen (sumber: www.newworldencyclopedia.org). Maka, tidak jarang saya menemukan beberapa muslim di transportasi umum; yang kemudian saling bertukar senyum dan salam. Mendengar salam di negeri minoritas Muslim memberikan sensasi yang sangat berbeda dibandingkan di Indonesia. Di Tanah Air, salam merupakan hal yang lumrah. Tetapi, mendengar salam di Jerman itu ibarat oase di tengah padang pasir! Saya jadi lebih bisa mengapresiasi hal-hal kecil yang terkesan trivial selama tumbuh dan tinggal di Indonesia. Pernah pula saya tiba-tiba diberi sandwich ketika berpapasan dengan seorang wanita muslimah di jalan. Subhanallah! Indahnya rasa persaudaraan sesama Muslim.

 

Untuk tahun ini, Ramadan jatuh pada musim panas, yang artinya siang lebih panjang dari malam. Azan Subuh berkumandang sekira pukul 3.30, sementara azan Maghrib sekira pukul 21.00. Meski durasi berpuasa cukup panjang, mahasiswa dan mahasiswi muslim cukup diuntungkan karena Ramadan tahun ini bertepatan dengan liburan musim panas. Sehingga, walaupun masih ada ujian dan berbagai tugas yang harus dikerjakan, para pelajar memiliki kebebasan untuk mengatur waktu dan aktivitas yang tidak terlalu memforsir tenaga di siang hari.
 

Secara keseluruhan, pengalaman saya setelah 10 bulan ini tinggal di München cukup positif. Beberapa kolega warga Jerman sedikit mengetahui ritual ibadah Muslim seperti sholat lima waktu dan berpuasa di bulan Ramadan. Mereka juga mengerti diet muslim seperti larangan mengonsumsi daging babi dan minuman/makanan mengandung alkohol. Bahkan, Techniche Universitat München (TUM), yang merupakan salah satu universitas teknologi terbaik di Jerman, mengalokasikan satu ruangan untuk dijadikan musala untuk mempermudah mahasiswa Muslim beribadah.

 

Pengalaman saya pribadi, beberapa kali ketika memesan makanan di restoran, melihat saya memakai jilbab, saya diingatkan pramusaji jika menu yang saya pesan mengandung babi atau alkohol. Saya kemudian diberi rekomendasi menu apa saja yang bersih dari babi dan alkohol. Ketakjuban saya bertambah, ketika mengetahui saya belum fasih berbahasa Jerman, para pelayan restoran itu berusaha menjelaskan komposisi setiap menu yang direkomendasikan walau dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah!

 

Lebaran jauh dari sanak saudara bukan berarti sedih. Walaupun tidak ada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di München, warga Muslim Indonesia berinisiatif menyewa aula di Macthlfingerstrs. 10 yang kemudian disulap menjadi masjid. Di sinilah rutin diselenggarakan pengajian dan acara-acara keagamaan umat Islam. Untuk mencapai masjid warga Indonesia pun sangat mudah, cukup menaiki U3 (Urban Train) yang juga melalui Marienplatz (pusat kota München), kemudian turun di stasiun Macthlfingerstr, dan berjalan kurang lebih 15 meter. Wadah organisasi yang membawahi ini merupakan Pengajian Masyarakat Muslim München (PM3).

 


Idul Fitri di München jatuh pada 19 Agustus 2012. Di pagi hari itu, tampak pria dan wanita Muslim di kendaraan-kendaraan umum (dikenali dari kopiah dan jilbab yang mereka kenakan). Karena masjid warga Indonesia berada satu gedung dengan masjid warga Pakistan, di pagi Idul Fitri itu tampak semarak Muslim dan Muslimah berbondong-bondong menuju masjid. Mengutip situs ww.atshg.com, ada 10 masjid di Muenchen. Saya sendiri baru berkesempatan mengunjungi dua di antaranya: Darul Quran dan Freiman Mosque.

 

Khusus untuk menyambut Idul Fitri, warga Indonesia bahu membahu bergotong royong menyiapkan acara dan menyajikan menu-menu istimewa khas Idul Fitri. Acara dimulai dengan takbir bersama pukul tujuh pagi, kemudian salat Id tepat pukul delapan dan dilanjutkan khutbah Id yang disampaikan dalam dua bahasa: Indonesia dan Jerman. Acara kemudian dilanjutkan dengan halal bi halal diiringi beberapa penampilan dari para biduan dadakan sambil menyantap hidangan khas Idul Fitri. Rasa kebersamaan di rantau menjadikan nikmatnya lontong sayur, opor, sate, lengkap dengan kerupuk dan sambal , berlipat ganda! Hmm..Lecker!

 

Berita kiriman: Annisa Eka Putry
Mahasiswa S-2 Psychology of Learning Sciences
University of Munich

(Rifa Nadia Nurfuadah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement