JAKARTA - Rencana penempelan label halal pada obat-obatan yang dirancang dalam RUU di meja DPR, terus mendapat kritikan.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Sertifikasi Halal yang tengah dibahas di DPR itu, akan makin merepotkan kalangan pengusaha.
Regulasi yang ditetapkan, menurut Sofjan, akan saling tumpang tindih lantaran pengaturan soal haram sudah dipegang oleh MUI.
"Ngapain membikin undang-undang baru, itu akan menambah persoalan baru, mekanismenya sulit," ujar Sofjan, saat dihubungi wartawan, di Jakarta, Rabu (21/10/2013).
Menurut Sofjan, akan lebih baik, membuat undang-undang yang secara khusus menentukan klasifikasi produk makanan dan minuman saja, karena pilihannya lebih sedikit dan lebih mudah dilakukan oleh pemerintah.
"Ini jelas menambah high cost, biaya baru lagi. Kita menolak. Kenapa tidak tiru saja aturan di negara-negara Islam yang jelas menyebut produk apa saja yang haram," terangnya.
Sofjan menduga, jika aturan ini diterapkan, selain akan merepotkan, juga sangat sulit sekali pengawasannya. Bahkan, pengusaha pengusaha kecil di daerah, baik obat-obatan, makanan minuman, akan terbebani.
"Saya sendiri sudah beri masukan ke DPR. Pembahasannya sudah lama, tapi dari dulu kami keberatan akan lebih baik mengikuti aturan halal yang sudah ada. Tidak usah tambah undang-undang lagi," tegasnya.
“Ini menghambat perkembangan industri farmasi. Negara-negara di Arab saja yang Muslimnya hebat tidak membuat UU seperti ini, kita ini kan negara Pancasila, sudahlah tidak usah ada aturan yang bikin repot," katanya lagi.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Hasbullah Thabrany, menilai, konsumsi obat tidak bisa disamakan dengan konsumsi makanan atau minuman. Obat merupakan produk yang dikonsumsi dalam kondisi darurat. Alhasil, lantaran dikonsumsi dalam kondisi darurat, maka dari sisi hukum, soal halal haram mestinya tidak dipermasalahkan.
"Justru yang saya khawatirkan penetapan halal itu akan membahayakan rakyat. Misal ada obat dibilang pemerintah haram, orang sakit kemudian tidak makan obat itu, padahal jika tidak makan, bisa meninggal. Kan berbahaya," ujar dia.
(Rizka Diputra)