JAKARTA - Teror pelemparan bom molotov yang menimpa kantor lembaga survei Jaringan Suara Indonesia (JSI) oleh orang tidak dikenal dinilai telah melanggar hukum.
Sebagaimana diketahui, JSI merupakan salah satu lembaga yang memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dalam versi hitung cepat (quick count).
Pakar Hukum Tatanegara Universitas Hasanuddin, Makassar, Margarito Kamis mengatakan, dalam perspektif hukum Indonesia sangat jelas bahwa siapapun dilarang memiliki, menyimpan, atau menggunakan bahan peledak.
Bom molotov lanjut Margarito, sesuai sifatnya adalah bahan peledak. Menurutnya apakah bahan peledak itu mematikan atau tidak, itu tidak penting.
"Yang penting adalah orang tersebut telah memiliki atau menguasai tanpa hak bahan peledak itu. Saya berpendapat ini bukan sekedar intimidasi, melainkan tindakan nyata yang mengancam keselamatan orang atau barang orang lain," papar Margarito saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (11/7/2014).
Dijelaskannya, sesuai Undang-undang nomor 12 tahun 1951 tentang Larangan Menggunakan Senjata Api dan Bahan Peledak, kata Margarito, tindakan menguasai bom molotov berikut tindakan pelemparan bom harus segera mendapat tindakan tegas dari aparat.
"Polisi tidak bisa tinggal diam. Polisi harus beri kepastian kepada bangsa ini bahwa tidak ada orang yang lolos setelah melakukan tindak pidana. Polisi harus pastikan kepada kita bahwa mereka layak dipercaya dalam mengungkap tindak pidana," jelasnya.
Sementara itu, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma), Said Salahudin, menyesalkan dan mengutuk pelaku pelemparan bom molotov itu, apapun motif mereka.
"Kita perlu mendesak kepolisian agar secepatnya menemukan pelakunya supaya masyarakat tidak larut dalam prasangka. Selain itu, masyarakat agar tidak terprovokasi dengan peristiwa itu. Serahkan semuanya kepada kepolisian," tandasnya.
(Rizka Diputra)