JAKARTA - Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Dwi Priyatno mengatakan, pihaknya akan mengembangkan kasus penemuan narkotika dan senjata tajam di Universitas Nasional (Unas) Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
"Kita kembangkan jaringannya, pelaku ditindak dan ada beberapa yang kita kembangkan," ujar Dwi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Jumat (15/8/2014).
Dwi menegaskan, pihaknya tidak akan menolerir kasus peredaran narkoba di kampus maupun sekolah. "Intinya dimanapun tempatnya, di kampus dan di sekolah tetap itu melanggar hukum," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, petugas gabungan Polres Jakarta Selatan dan Polsek Pasar Minggu menggeledah Kampus Unas atas permintaan Rektor Unas, El Amry Bermawi Putra, pada Kamis 14 Agustus 2014 dini hari.
Rektor mensinyalir, sering terjadi pesta narkoba di lingkungan kampus tersebut. Setelah digeledah, dugaan rektor terbukti. Polisi menemukan lima kilogram ganja, satu paket ganja siap edar, satu gram sabu, bong dan jarum suntik. Tak hanya itu, petugas juga menemukan senjata tajam jenis samurai, klewang, dan golok. Namun polisi belum bisa menyimpulkan siapa pemilik barang haram dan sajam tersebut.
Sebelum kasus narkoba ini mencuat, internal Kampus Unas tengah bergolak. Kebijakan pemberlakuan jam malam ditentang para mahasiswa. Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Nasional misalnya, mereka menolak kebijakan pihak rektorat yang mengesahkan pemberlakuan jam malam.
Kebijakan tersebut dianggap tidak demokratis dan mengekang kreativitas mahasiswa. "Ini merupakan kebijakan sepihak yang sama sekali tak mewakili aspirasi mahasiswa," kata Ponco Sulaksono selaku perwakilan Keluarga Besar Mahasiswa Unas.
Kebijakan tersebut diperkuat dengan turunnya Surat Keputusan (SK) Rektor Nomor 112 Tahun 2014 yang salah satunya berisi pemberlakuan jam malam di kampus. SK tersebut dinilai tak mewakili aspirasi dari kebanyakan mahasiswa. Juga sebagai penguatan sikap arogan dan otoriter dari pihak rektorat yang di pimpin oleh El Amri Bermawi.
Ponco menyatakan, keputusan rektor tersebut tak melalui proses sosialisasi ke mahasiswa terlebih dahulu dan dinilai tidak akomodatif. "SK dibuat sangat tertutup dan rahasia. Pihak mahasiswa sendiri melalui sejumlah lembaga, yakni Senma, BPM dan UKM sudah berupaya untuk melakukan audiensi tetapi tak menemukan solusi," ungkap Ponco.
Selain melalui jalan audiensi, mahasiswa pun melakukan protes dengan menyampaikan aspirasi pribadi dan aksi damai di kampus, namun hal tersebut tetap tidak mendapat respons positif dari pihak rektorat. Pihak rektorat malah merespon upaya mahasiswa dengan teguran keras, skorsing bahkan tidak segan mengeluarkan mahasiswa yang memprotes. "Ada empat kawan kami yang di DO dan tiga yang diberikan skorsing, termasuk saya," jelas Ponco.
Bahkan pihak rektorat bersama bersama Polsek Pasar Minggu melakukan penangkapan terhadap salah satu mahasiswa Unas angkatan 2004 yang bernama Agam.
Dia kini ditahan di Polres Jakarta Selatan setelah sebelumnya ditahan di Polsek Pasar Minggu. Ia dijemput paksa dan di tahan dengan alasan perusakan terhadap fasilitas kampus. Agam dijemput di rumahnya kawasan Jakarta Selatan, Senin siang (11/8).
Ponco sebagai perwakilan dari Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Nasional mengharapkan SK tersebut dicabut karena jelas-jelas tidak sejalan dengan keinginan mahasiswa dan dinilai menghambat kreativitas mahasiswa.
"Kami menuntut agar pimpinan kampus mencabut laporan di pihak kepolisian dan membebaskan kawan kami. Beri ruang demokratis bagi mahasiswa untuk mengembangkan daya kritis dan intelektual," tegas mahasiswa Ilmu Politik angkatan 2007 itu.
(Muhammad Saifullah )