DEPOK - Sejarawan Universitas Indonesia (UI) JJ Rizal menuturkan kekecewaannya terhadap berbagai perubahan di Kota Depok, Jawa Barat. Depok, kata Rizal, sudah menjadi kota mandiri atau kota yang melayani sejak era zaman Belanda di masa kepemimpinan Presiden Depok Cornelis Chastelein.
Dulu, Rizal mengungkapkan bahwa Rumah Pondok Cina sudah berdiri sebagai simbol multikultural di Depok. Agak berjalan jauh sedikit, maka akan dijumpai Depok Lama yang saat ini banyak dikenal sebagai Belanda Depok yang satupun bukan keturunan Belanda, tetapi asli pribumi.
"Depok sejak lama jadi daerah singgah, pelayaran dan perdagangan. Makanya di Bogor ada Dramaga. Dimana dulu memang ada perahu dagang besar. Ciliwung dilayari. Depok menjadi kota mandiri, penyangga sejak lama. Identitasnya rumah Pondok Cina," paparnya.
Hingga akhirnya tahun 1970 dibangun Perumnas dan disusul dengan pemindahan Universitas Indonesia (UI). Pondok Cina, kata Rizal, menjadi nama tempat tentang identitas kota Depok berupa monumen pluralisme Depok.
"Pembantu Chastelein orang pribumi. 90 persen orang pribumi turun naik Batavia, isinya berbagai etnik bangsa. Orang Bugis Makassar, Flores, pribumi. Pendukung kebudayaan Betawi dan Kebudayaan Sunda, plural. Enggak ada masalah dan enggak ada memaksa pada kecenderungan etnis," jelasnya.
Sehingga bakal calon wali kota Depok ini menganggap jika ada kekuatan di Depok yang memaksakan secara politis menjadikan Depok kota etnis atau ideologi tertentu, hal itu menyingkirkan identitas asli Depok.
"Pluralisme makin banyak, Perumnas, UI, multikultural. Aneh kalau saat ini ada kelompok tertentu mau bawa kepercayan tertentu, bunuh historis Depok. Durhaka, dosa besar kalau belaga enggak tau. Memaksakan ideologi, kebudayaan di tengah pluralisme ini," tandasnya.
(Misbahol Munir)