BANDA ACEH - Gampong Pande, Kota Banda Aceh merupakan salah satu perkampungan purba, sebagai titik awal berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam. Hari ini warga di sana menggelar haul, untuk mengenang 859 tahun mangkatnya Al Maqdum Abi Abdullah Syekh Abdurrauf Al Mulaqqab Al Baghdadi atau Tuan di Kandang.
Ulama asal Baghdad itu merupakan seorang penggagas berdirinya Kerajaan Aceh. Tuan di Kandang juga berperan dalam penyebaran Islam di nusantara dan semenanjung Asia Tenggara.
Haul digelar sederhana di Komplek Makam Tuan di Kandang, Gampong Pande, Sabtu (14/2/2015). Puluhan warga berdoa bersama di bawah tenda, kemudian dilanjutkan dengan ritual makan kenduri. Beberapa wisatawan dari Malaysia, pegiat budaya dan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banda Aceh, Fadhil ikut hadir.
Tetua Gampong Pande, Adian Yahya (62), mengatakan, haul ini pertama kali digelar setelah tsunami 2004. Tujuannya untuk mengenang Tuan di Kandang sebagai penyebar Islam, sekaligus penggagas Kerajaan Aceh yang terkenal sebagai pusat perdagangan dunia di Selat Malaka saat itu.
"Kami berdoa untuk moyang kami, dan ini kami lakukan untuk mengangkat kembali sejarah Aceh,” ujarnya.
Menurut sejarah Tuan di Kandang merupakan putra Sultan Mahmud Syah Seljuq, raja dari Baghdad yang berkuasa pada masa Bani Abbasiyah. Ia mengungsi ke ujung Pulau Sumatera bersama 400 pengikutnya saat Baghdad diserang Kerajaan Mongol tahun 1116 Masehi.
Di sana saat itu masih dikuasai Kerajaan Indra Purba Lamuri. Abi Abdullah yang ahli fikih, tasawuf dan ilmu pemerintahan berbaur dengan penduduk lokal, menyebar pengaruh Islam. Karena jujur dan berakhlak baik, Abi Abdullah dijuluki Tuan di Kandang. Dalam istilah Aceh masa lalu, Kandang merupakan pusat istana kerajaan.
Dalam bukunya, peneliti sejarah NA Baloch dan Lance Castle menyebut, Kerajaan Lamuri berpusat di Lamreh (Kecamatan Krueng Raya, Aceh Besar sekarang). Versi lain mengatakan, pusat pemerintahan Lamuri di Gampong Pande yang saat itu dikenal sebagai Bandar Darussalam belakangan jadi Bandar Aceh Darussalam. Sementara di Lamreh merupakan benteng pertahanannya dan kota maritim.
Lamuri sempat menghadapi serangan besar-besaran dari pasukan Kerajaan Chola, India. Sultan Abdul Aziz Johan Syah, putra Tuan di Kandang membantu Lamuri melawan Chola dan berhasil memenangkan peperangan. Maharaja Indra Sakti, Raja Indra Purba Lamuri kala itu kemudian menikahkan putrinya Baludari dengan Sultan Johan Syah.
Sebagai ulama ahli pemerintahan, Tuan di Kandang kemudian menggagas terbentuknya kesultanan. Dideklarasikanlah Kerajaan Aceh Darussalam pada 1 Ramadhan 601 Hijriah atau 22 April 1205. Tanggal ini sekarang dijadikan hari jadi Kota Banda Aceh.
Raja pertama adalah Sultan Abdul Aziz Johan Syah yang berkuasa hingga tahun 1234. Ayahnya Tuan di Kandang menjadi penasihat kerajaan yang disegani dan dimuliakan. Lamuri dan rakyatnya melebur dalam Kerajaan Aceh dan menganut Islam.
Menurut Adian, Kerajaan Aceh saat itu memiliki alat pertahanan canggih di zamannya. Portugis yang ingin menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, selalu menghadapi perlawanan Aceh.
Tuan di Kandang, kata dia, juga menciptakan rencong dan siwah sebagai alat peperangan kala itu. Rencong diperuntukkan untuk panglima perang, sedangkan siwah untuk senjata raja. Rencong dirancang bentuknya seperti tulisan kaligrafi bismillah.
“Mengandung filosofi nama Allah di situ,” sebutnya.
Sekian lama berjaya di Gampong Pande, pusat Kerajaan Aceh Darussalam kemudian bergeser ke Istana Darud Dunya sejak 1514, dan makin kuat dengan status Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan Ali Mughayatsyah merupakan raja pertama bertahta hingga 1530. Dia menyatukan kerajaan-kerajaan lainnya di Aceh menjadi satu kekuatan baru Kesultanan Aceh.
Makam Tuan di Kandang bersama sejumlah keturunannya kini telah dipugar sebagai Cagar Budaya di Gampong Pande. Makam ini sering dikunjungi wisatawan maupun peniliti yang ingin meriset sejarah. Di komplek makam terlihat nisan-nisan kuno dalam berbagai bentuk dan ukiran.
(Misbahol Munir)