JAKARTA – Muncul anggapan bahwa bocornya data pribadi Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), ada kaitannya dengan upaya tekanan dari Australia soal hukuman mati dua warga negara mereka. Tapi anggapan itu dinilai prematur oleh pengamat intelijen, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati.
Sebelumnya, data pribadi Jokowi bersama beberapa kepala negara lain yang menghadiri KTT G20 pada November 2014, bocor dan terungkap di media asing, The Guardian.
Tapi menurut pengamat yang biasa disapa Nuning itu, tidak serta-merta kebocoran data Jokowi itu bisa dikaitkan dengan usaha Australia, untuk bisa menekan Indonesia membatalkan eksekusi gembong Bali Nine, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
“Kita tak boleh gegabah mengaitkan (kebocoran data Jokowi) itu dengan dua terpidana mati narkoba,” tutur Nuning kepada Okezone via pesan singkat.
“Karena yang bocor bukan hanya (data pribadi) Jokowi saja. Tapi tentu akan sah saja bila Menlu (Menteri Luar Negeri Retno Marsudi) minta keterangan Australia terkait ini,” tambahnya.
Selain Jokowi, beberapa tokoh negara seperti Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Kanselir Jerman Angela Merkel, serta 37 pemimpin negara lainnya bocor secara tidak sengaja oleh Keimigrasian Australia.
Beberapa data pribadi seperti nama lengkap, tanggal lahir, nomor paspor serta visa, terkirim ke penyelenggara Piala Asia, via e-mail aplikasi Microsoft Outlook.
Pihak penyelenggara Piala Asia menyatakan tidak yakin bisa membuka e-mail tersebut. Namun, bukan berarti akses untuk membongkar data itu tak bisa ditembus dan akan bahaya jika terungkap ke publik.
“Soal bahaya atau tidak, bergantung dari penerima pesan data. Bila akan diolah jadi sesuatu yang mengancam, ya tentu bahaya. Data pribadi imigrasi tentu bukan untuk dipublikasi,” pungkas Nuning.
(Randy Wirayudha)