Negosiasi coba dilakukan di atas dek kapal MTS Sembilan (Nanmei) yang sayangnya gagal terjadi. Ketika tengah menunggu kedatangan delegasi Belanda, motor-boat bersenjata malah dikeluarkan dari Kapal Banckert.
Pikiran buruk mulai menyelimuti. Para perwakilan ALRI memilih kembali ke motor-boat meski akhirnya dikejar motor-boat Belanda. Kejar-kejaran bak di film action terjadi. Motor-boat ALRI ditembaki mitraliur 20mm dan Oerlikon. Sementara para prajurit ALRI di pesisir coba memberi tembakan perlindungan.
Kontak senjata terjadi selama setengah jam, hingga para perwira ALRI bisa lepas dari kejaran motor-boat Belanda. Pun begitu, Kopral Galung Silitongan gugur dan Kopral Lambok Simatupang terkena luka tembak.
11 Mei 1947, Kapal Banckert kembali lagi memasuki Teluk Sibolga. Sementara di pesisir, ALRI dibantu sejumlah elemen bersenjata lainnya membentuk garis pertahanan dengan sejumlah meriam “hibah” dari pasukan Jepang. Ultimatum lebih dulu dilayangkan lagi kepada komandan Kapal Banckert yang tentu saja ditanggapi “cuek”.
Pertempuran pun tak terhindarkan terjadi pada 12 Mei 1947. Sebuah meriam dari Kesatuan Pesindo (Pemoeda Sosialis Indonesia) mengawali Pertempuran Teluk Sibolga. Sekiranya dua prajurit ALRI, termasuk Lettu Oswald Siahaan dan Kopral Zulkifli Tanjung gugur, dua lainnya luka parah. Di pihak Belanda, lima prajurit Belanda terluka.
(Randy Wirayudha)